Pernikahan Beda Agama Dilegalkan, Bagaimana Islam Menyikapinya?
Pernikahan Beda Agama Dilegalkan, Bagaimana Islam Menyikapinya?
Oleh: Ai Heni
LenSaMediaNews.com – Baru-baru ini Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. Permohonan tersebut diajukan oleh seorang laki-laki Kristen dan wanita Muslim. Keputusan hakim tersebut berdasarkan UU Administrasi Kependudukan dan Pertimbangan Sosiologis, yaitu keberagaman masyarakat.
Dalam pasal 35 huruf (a) UU 23/2006 tentang Adminduk diatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan. Dalam pasal 7 ayat 2 huruf (I) UU 30/ 2014 tentang administrasi pemerintah diatur bahwasannya pejabat pemerintah berkewajiban untuk memenuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Putusan ini semakin menambah jumlah permohonan pernikahan beda agama di Indonesia. Di Jakarta Selatan saja tercatat sudah ada empat pernikahan beda agama sepanjang tahun 2022. Faktanya pernikahan beda agama kian marak, ribuan pasangan beda agama telah melangsungkan pernikahan, dan sebagian telah terdaftar di pengadilan Negeri.
Atas nama hak asasi manusia, upaya legalisasi pernikahan beda agama terus diupayakan dan akhirnya disahkan, padahal ini merupakan pelecehan terhadap syariat Islam. Sesungguhnya, dikabulkannya pernikahan beda agama di pengadilan negeri, adalah dampak dari penerapan sekularisme di negeri ini, yaitu aturan yang dibuat akal manusia yang lemah dan terbatas.
Firman Allah swt.
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman, sungguh hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik dari pada perempuan musyrik, meskipun ia menarik hati. Dan janganlah kamu nikahkan (laki-laki) musyrik dengan perempuan yang beriman sebelum mereka beriman.“(QS. Al-Baqarah : 221).
Pernikahan beda agama, sejatinya telah mencederai penjagaan agama, sebab bisa berpeluang terjadinya kristenisasi lewat pernikahan. Selain itu, pernikahan beda agama juga mencederai penjagaan harta, karena syariat Islam menetapkan antara muslim dan nonmuslim tidak boleh saling mewarisi.
Di dalam Islam, ketika menikah akan muncul hukum lainnya seperti, Hadanah (pengasuhan), Birrul walidain (berbakti pada orang tua), kewajiban suami istri, hubungan waris. Maka ketika pernikahan berbeda agama tetap dilakukan, sulit dalam menentukan dan menjalankan hukum-hukum tersebut.
Begitulah kenyataan hidup dalam sistem sekularisme yang akan senantiasa menciptakan liberalisme dan menyingkirkan fungsi agama sebagai aturan hidup bagi manusia. Individu-individunya bebas melakukan apapun sesuai keinginannya tidak peduli melanggar syariat atau tidak, selama merasakan kesenangan dan kepuasan.
Sekularisme menjadikan pernikahan sekedar untuk mengejar hawa nafsu, entah untuk mengejar harta, cinta ataupun kedudukan. Padahal pada hakekatnya pernikahan adalah ibadah. Inilah ciri masyarakat liberal, menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan.
Berbeda dengan negara yang menerapkan aturan Islam. Justru keberadaannya berfungsi sebagai institusi penerapan Islam kaffah. Dengan akidahnya yang kokoh, para penguasa dan rakyatnya di dalam sistem Islam akan benar-benar mentaati aturan Islam semata-mata karena Allah swt. yang harus ditaati oleh seluruh muslim.
Begitu pula para penegak hukum, yang akan memutuskan semua perkara berlandaskan syariat Islam saja bukan hawa nafsu semata. Dengan begitu pernikahan beda agama antar muslim dan non muslim tidak akan terjadi.
Wallahua’lam bishawwab.