Ketidakadilan Merajalela di Negeriku
Ketidakadilan Merajalela di Negeriku
Oleh : Heriyati
Ratusan ribu pekerja kontrak di Republik Indonesia ditendang alias di PHK, inilah salah satu pemicu buruknya perekonomian hari ini. Di saat rakyat banyak membutuhkan pekerjaan penguasa justru memasukkan tenaga kerja asing ke dalam negeri. Beda perlakuan antara rakyat dan TKA. Jika rakyat sulit masuk ke perusahaan besar, TKA justru dipersilahkan dengan segala kemudahan yang diberikan pemerintah, seperti pemberian visa bekerja kepada tenaga kerja asing.
Penguasa negeri ini tampaknya lebih berpihak kepada para pekerja asing dari rakyatnya sendiri, dengan berpihaknya penguasa negeri ini kepada pekerja besar mereka seperti yang terjadi di PT. GNI ketika adanya kerusakan kerja yang dilakukan oleh para pekerja lokal, mereka dihadang oleh para pekerja asing, bahkan para pekerja asing ini melakukan tindakan kekerasan dengan cara memukuli para pekerja lokal. Padahal, aksi mogok yang dilakukan oleh karyawan lokal di PT GNI, bukanlah tanpa sebab. Hal ini dipicu oleh perbedaan upah antara karyawan lokal dan karyawan asing yang sangat signifikan. Pekerja asing dibayar lebih tinggi dibandingkan pekerja lokal meskipun jenis pekerjaan yang dilakukan sama persis.
Sayangnya, insiden ini tidak mendapat tanggapan serius dari pemerintah. Bukannya melindungi rakyat, pemerintah justru seolah enggan mengusut kasus yang melibatkan tenaga kerja asing. Inilah potret ketidakadilan di negeriku yang semakin merajarela.
Terbitnya per pres 20/2018 tentang penggunaan Tenaga Asing telah mengukuhkan eksistensi TKA di Indonesia, sebagaimana ketentuan pasal 22 menyebutkan TKA dapat menggunakan visa terbatas (VITAS) dan izin tinggal sementara (ITAS) selama kerja di Indonesia TKA juga bisa masuk melalui dua pintu, yaitu pintu KEMENAKER dan KEMENKUMHAM, kondisi yang membuat tenaga kerja asing (TKA) hilir hilir mudik di negeri ini.
Hasil penelitian kedeputian IPSK lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan terdapat beberapa masalah TKA di Indonesia, yakni :
Pertama: peningkatan nilai investasi yang berkonsekuensi tingginya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. Kedua: pelanggaran keimigrasian terbanyak berasal dari China
Ketiga: berkurangnya peluang penciptaan kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal.
Keempat: pengawasan atas TKA belum maksimal, seharusnya idealnya satu pengawas, mengawasi 5 perusahaan tetapi hal tersebut tidak terwujud, akibatnya banyak terjadi kasus pelanggaran, disebabkan dari penegakkan hukum yang kurang efektif.
Laporan penelitian IPSK LIPI diatas harusnya menjadi cermin bagi pemerintah, bahwasanya masuknya TKA lebih banyak membawa masalah dan mudharat daripada menghasilkan manfaat. Bahkan, pemerintah cenderung tidak adil dan lebih memihak kepada TKA dibandingkan tenaga kerja lokal.
Hilangnya keadilan dan pembelaan bagi rakyat kecil merupakan buah sistem ekonomi kapitalis yang dianut negeri ini, dimana yang berkuasa adalah mereka yang memiliki modal. Kapitalisme kemudian melahirkan liberalisasi atau kebebasan ekonomi hingga tak heran, jika investor asing dan tenaga kerjanya dengan mudah mendominasi pasar kerja Indonesia. Dengan dalih penanaman modal dan kerjasama ekonomi, tenaga kerja asing terus diimpor dari luar tanpa diimbangi dengan peraturan yang ketat sehingga rentan memicu pelangaran dan bentrok dengan karyawan lokal.
Tarif pajak yang rendah, penetapan harga ekspor tambang yang murah, serta masuknya tenaga kerja asing secara massif membuat investasi asing justru menjadi sarana invasi negara adidaya kepada Indonesia. Apa yang kita dapatkan hanyalah remah-remah ekonomi dan linkungan alam yang rusak akibat eksploitasi secara besar-besaran.
Hal ini sangat berbeda dengan pengaturan dalam islam, dimana ada tiga hal yang harus dilakukan negara untuk menjamin kemaslahatan rakyat nya : Pertama, status TKA yang akan bekerja di negaranya, jika pekerja itu dari negara kafir yang menyerang kaum muslim, maka khalifah tidak akan mengizinkan bagi mereka untuk bekerja, khalifah hanya memiliki hubungan perjanjian kerja sama dengan negara yang tidak menyerang kaum muslim. Kedua, usaha yang didirikan oleh perusahaan asing hanya dibatasi komoditas terkategori kepemilikan individu dan sifatnya sangat terbatas, mereka tidak akan di izinkan mengelola kepemilikan umum maupun negara. Jika mereka di minta khalifah untuk mengerjakan suatu proyek, sifatnya adalah perusahaan individu yang di kontrol/dipekerjakan oleh negara. Bukan sebagai pengelola.
Ketiga, Khalifah membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pekerja asing dan perusahaan asing di perketat dalam aturannya jika menginginkan kerja sama dengan khalifah.
Penerapan tiga poin di atas dengan menetapkan aturan islam yang menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan akan mewujudkan negara yang berdaulat dan berdaulat, sehinga terlepas dari dominasi negara mana pun. Maka dari itu pentingnya bagi umat islam untuk memperjuangkan tegaknya islam dalam kehidupan agar seluruh aturan bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist, sehingga terciptanya keadilan yang nyata dan tidak lagi menjadi korban kezaliman dan kerakusan para korporat yang terus dilindungi oleh penguasa oligarki.