Kapitalisme, Biang Kerok Maraknya Konten Negatif

 

Oleh: Yosi Eka Purwanti

(Pemerhati Sosial, Malang)

 

LenSaMediaNews.com – Lagi dan lagi, fenomena memilukan terjadi di negeri ini. Pemuda asal Desa Setanggor, Nusa Tenggara Barat membuat konten “mandi lumpur” di TikTok dengan menggunakan lansia sebagai objeknya. Intan, si pemilik akun, atas ide dari suaminya Sultan, membuat live TikTok yang mempertontonkan aksi mandi lumpur dari ibu-ibu berinisial LS (49), IR (54), dan HRT (43). 

 

Dari live tersebut, akun TikTok Intan dapat menerima gift atau hadiah virtual dari penonton. Gift itulah yang nantinya dapat ditukarkan dengan uang. Sekali live, akun tersebut dapat meraup uang hingga 2 juta rupiah, yang dibagi dua dengan pemeran live mandi lumpur (cnbcindonesia.com, 20/01/2023).

 

Tak ayal, aksi tersebut membuat banyak netizen geram. Banyak orang menilai konten tersebut sangat minim empati. Akun Intan dihujat, dan dinilai sebagai bentuk eksploitasi lansia demi mendapatkan cuan. Kementerian Sosial pun memberikan kecaman atas tindakan ngemis online tersebut. 

 

Meskipun hal ini ditentang banyak pihak, tapi tak mampu  membuat Intan dan Sultan jera. Mereka berdalih bahwa ibu-ibu tersebut secara suka rela tanpa paksaan untuk tampil dalam live. Ditambah lagi, “pekerjaannya” sebagai content creator telah membawanya mampu memenuhi kebutuhan  hidup, bahkan bisa membeli berbagai barang mewah.

 

Kasus di atas hanyalah sekelumit kisah yang nampak di permukaan. Namun sejatinya, kondisi sebenarnya jauh lebih parah dari yang terlihat. Konten-konten yang saat ini tengah disuguhkan di tengah umat adalah konten minim edukasi, bahkan cenderung membawa umat ke jurang kesia-siaan dan keburukan. 

 

Tidak sedikit masyarakat yang melakukan hal serupa demi mendapatkan penghasilan dengan cara instan. Apalagi, tuntutan hidup sekarang bukan hanya harus mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi juga wajib bergaya hidupnya layaknya sosialita. Fenomena ini menggambarkan betapa masyarakat saat ini telah sakit. Mereka hidup dalam kondisi rusak yang tak mampu menyejahterakan, hingga rela merendahkan martabat demi meraup keuntungan.

 

Demikianlah sistem kapitalisme, sistem yang menjadikan standar kebahagiaan sebatas pada capaian kenikmatan materi. Semakin banyak materi yang diraih, semakin mudah mendapat puja-puji manusia dan eksistensi. Semua berlomba untuk mendapatkan kenikmatan semu, meski dengan menghalalkan segala cara. Masyarakat pun menjadi minim empati, bahkan tak lagi mengindahkan aturan Ilahi.

 

Apalagi yang bisa kita harapkan dalam kungkungan sistem kapitalisme saat ini, yang hanya bisa mencederai tanpa pernah memberikan solusi? Akankah kita tetap bertahan dalam kondisi yang kian mencekik hingga mengesampingkan empati dan harga diri? Jika konten semacam itu terus menjadi tontonan para generasi, lantas akankah generasi kita akan kembali menjadi generasi emas? Kepada siapakah kita akan berharap, jika bukan kepada Islam?

 

Islam Tempat berlabuhnya Harapan

Islam adalah akidah yang berasal dari Sang Khaliq. Inilah akidah yang mampu memuaskan akal dan menenteramkan hati pemeluknya. Tidak hanya itu, Islam juga mampu memberikan solusi atas setiap permasalahan yang terjadi di tengah kaum muslimin. 

 

Islam memiliki syariah yang mengatur interaksi dalam masyarakat, termasuk interaksi di dunia maya. Islam membolehkan masyarakat berkreasi dengan membuat konten media sosial, tapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. 

 

Pertama, konten yang dikonsumsi oleh publik haruslah konten edukatif yang menguatkan akidah. Isi konten hendaknya mengandung nilai pendidikan yang baik dan mendorong setiap manusia hidup sesuai ajaran Islam. Kedua, konten yang dibuat harus bersih dari penipuan dan kebohongan. Ketiga, berisi peringatan agar setiap orang tidak melanggar hukum syariat. Keempat, tidak melakukan fitnah, baik secara tulisan atau gambar yang merugikan kehormatan orang lain.

 

Kelima, dilarang membuka aib orang lain, kecuali mengungkapkan kezaliman. Keenam, dilarang mengadu domba seseorang atau sekelompok orang yang dapat menimbulkan perpecahan di tengah umat. Ketujuh, tidak menyebarkan konten yang berisi pornografi, pornoaksi, ataupun pelecehan seksual, termasuk pula yang mengandung unsur eLGeBeTe, karena semua itu diharamkan.

 

Dalam Islam, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat Islam yang kukuh. Media juga berperan menyebarkan Islam, baik dalam kondisi perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam dan membongkar kebobrokan ideologi kufur.

 

Pengaruh media tidak hanya terkait pilihan gaya hidup seseorang, melainkan juga pembentukan opini publik dan cara pandang setiap individu masyarakat terhadap realitas. Begitu penting bagi negara melarang setiap konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam lewat aturan yang jelas dan tegas.

 

Maka, jika ingin menghentikan penyebaran konten negatif, tak ada cara lain selain mengganti sistem negatif yang masih eksis dalam kehidupan kaum muslimin saat ini, yaitu sistem kapitalisme. Terapkan sistem Islam dengan tegaknya Khilafah, hidup umat akan aman, nyaman, dan tenang di dalamnya.

Wallahua’lam bishowwab.

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis