Rencana Pembedaan Tarif KRL, Bukti Diskriminasi terhadap Rakyat?

Oleh Firda Umayah

 

Rencana pembedaan tarif kereta komuter atau KRL wilayah Jabotabek menuai pro kontra. Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno menilai bahwa konsep ini harus dikaji dengan baik. Karena untuk menghindari penyelewengan oleh pengguna KRL (metrotvnews.com, 5-1-2023). Pemerintah menyatakan akan mengurangi subsidi untuk KRL dengan cara membedakan tarif antara warga miskin dan kaya. Rencananya pemerintah akan memberikan potongan bagi beberapa kriteria warga tertentu seperti pelajar, disabilitas dan warga miskin. Sedangkan untuk mereka yang kaya, akan diberlakukan tarif normal.

 

Secara umum, pembedaan tarif ini memang bisa dikatakan sebagai diskriminasi terhadap masyarakat. Dalam wikipedia, diskriminasi dapat berupa pembatasan kesempatan dan hak terhadap anggota dari satu kelompok, yang tersedia bagi anggota kelompok lainnya. Meskipun niat pemerintah dianggap baik bagi sebagian kalangan, namun sejatinya mendapatkan fasilitas umum merupakan hak bagi semua warga negara. Jika rencana ini dilakukan, maka ada kemungkinan mereka yang mampu justru akan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dari pada kendaraan umum. Dampaknya, kemacetan di wilayah Jabotabek akan semakin parah.

 

Dalam pandangan Islam, memberikan fasilitas umum bagi masyarakat berlaku sama. Tidak memandang kaya atau miskin. Hal ini karena negara memiliki tanggung jawab sebagai pengurus rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari. “Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya.”

 

Fasilitas umum merupakan hak dari semua warga negara. Selain itu, memberikan fasilitas umum juga merupakan bagian dari pengeluaran pembelanjaan negara yang diambil dari pos pendapatan negara. Fasilitas umum ini tidak hanya dalam sarana transportasi. Melainkan juga dalam sarana pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam dapat mengambil dana kebutuhan untuk fasilitas umum yang berasal dari baitul mal. Baitul mal akan memberikan anggaran untuk fasilitas umum yang berasal dari penggabungan antara pos-pos pendapatan selain zakat. Yaitu pengambilan dari pos jizyah, kharaj, usyr, ghanimah, fa’i dan hasil jual pengelolaan kekayaan alam.

 

Oleh karena itu, rencana pembedaan tarif kereta ini sebenarnya merupakan gambaran dari sistem pemerintahan yang menganut ideologi kapitalisme. Sebab, dalam ideologi ini, negara hanya sebagai regulator bukan sebagai pengurus rakyat. Hubungan yang terjalin antara pemerintah dan rakyat laksana hubungan antara pihak penyedia layanan dan pengguna layanan. Di mana setiap pihak pengguna harus membayar atas layanan yang diberikan.

 

Berbeda dengan pandangan dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah. Khilafah memandang bahwa negara harus melayani masyarakat sesuai dengan syariat Islam. Karena Khilafah hadir untuk memberikan kesejahteraan hidup bagi semua rakyat. Khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Karena, keberadaan khalifah dan seluruh jajarannya akan menjadi sebuah amal yang diperhitungkan kelak di akhirat. Wallahu a’lam bishawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis