Ulama Faqih Fiddin Hanya Lahir Dari Islam Kaffah

 

Ustazah Hj. Tingting Rohaiti

(Pengasuh Ponpes

di Purwakarta, Jawa Barat)

 

Reportase – Beliau menjawab pertanyaan “bisakah pesantren mewujudkan anak yang faqih fiddin dengan semua kurikulum yang ada dan berbeda dengan sekolah umum?” dengan menjelaskan fenomena yang terjadi pada generasi hari ini sebenarnya menjadi keresahan beliau sebagai salah satu pemangku pesantren. Sebagai abdun (hamba Allah) yang wajib menaati Rabbnya. Pesantren bisa dikatakan gagal, padahal yang diajarkan akidah, syariat Islam, fiqih, hadist, muamalah dan lainnya. Namun semua hanya menjadi ilmu tidak mensolusikan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Penyebabnya adalah ada upaya yang merusak dari musuh-musuh Islam terutama dari disahkannya UU NO 18/ tahun 2019 tentang pesantren. Mengatur mengenai penyelenggaraan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Salah satunya mewajibkan pesantren berbasis moderasi atau wasathiyah yang mengedepankan toleransi dan kebangsaan.

 

Akhirnya yang seharusnya pesantren memaknai toleransi hanya menjalankan ajaran agama masing-masing, tanpa mencampurinya, malah masuk ke gereja, ikut merayakan perayaan agama lain dan beribadah di dalamnya. Ini bukan toleransi tapi tololransi. Juga ada tekanan tidak boleh mengajarkan khilafah dan jihad, karena akan menjadi sarang teroris radikal. Kemiskinan dituduhkan kepada Islam, padahal rezim sendiri yang korupsi berjamaah , bukankah itu yang radikal?

 

Dampak lain dari pengesahan UU tentang pesantren, ulama dan pemangku pesantren tidak berani amar makruf nahi mungkar, padahal mereka ulama yang faqih fiddin, tidak mau dakwah yang tegas dan keras, maunya yang empuk dan biasa. Bahkan Ulama jadi mendukung rezim kapitalis.

 

Yang turut merusak dari UU pesantren adalah kebijakan politik dan ekonomi atau pemberdayaan pesantren. Seperti One Pesantren One Product (OPOP), yakni setiap pesantren diberi modal untuk memberdayakan ekonomi kerakyatan yang kesannya bagus tapi mengalihkan perhatian pesantren. Akhirnya yang dipikirkan uang dan uang. Hingga muncul guyonan ayat “fa khalafa mim ba’dihim menjadi “Ma ta’kuluna mim ba’dihim” Pesantren menjadi mengerjakan apa yang semestinya jadi tanggung jawab negara, masalah ekonomi, pendidikan dan lainnya.

 

Lantas apa yang harus dilakukan oleh para mubaligh, pemangku pesantren itu? Menurut Ustazah Tingting ada tiga hal yaitu: pertama, serius menangani pemuda dengan memahamkan mereka dengan tsaqofah Islam. Kedua, berani mendakwahkan Islam Kaffah, terutama tentang jihad dan khilafah. Serta ketiga, mendorong untuk melakukan amar makruf nahi mungkar sebab itu adalah kewajiban dari Allah SWT.

 

Siapa lagi yang bisa memahamkan jika bukan para ulama, mubaligh yang berilmu. Oleh sebab pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Terlebih lagi, sebagaimana dalam Qur’an surat Al Baqarah : 208 ada perintah untuk masuk Islam secara Kaffah. Tidak sebagian, ataupun hanya diambil yang mudah. Maka, Apa arti beriman? Iman artinya tasdiqqu (membenarkan) sebagai keyakinan bulat yang dibenarkan oleh hati, diikrarkan oleh lidah, dan dimanifestasikan dengan amalan atau pembenaran dengan penuh keyakinan. Tanpa adanya sedikit pun keraguan mengenai ajaran yang datang dari Allah dan Rasulullah SAW.

 

#GenerasiMudaPimpinPerubahan
#SelamatkanGenerasidenganIslam

 

(Reporter : Rut Sri Wahyuningsih)

Please follow and like us:

Tentang Penulis