Obral Proyek IKN: Negara Tergadaikan

Oleh: Kartiara Rizkin M. S. Sosio (Pengamat Sosial dan Aktivis Muslimah Aceh)
Lensa Media News – Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia buka suara soal rencana pemerintah memberikan hak pengelolaan lahan di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) sampai dengan 180 tahun ke investor. Ia mengatakan itu adalah strategi pemanis (sweetener) agar investor mau masuk ke IKN. (CNN, 02/12/2022)
“Ini bukan soal ngemis atau tidak ngemis. Jadi kita harus menawarkan hal yang menarik bagi investor. Nah, yang menjadi salah satu yang menarik adalah yang mungkin terkait dengan jangka waktu kepemilikan lahan. Dan kalau dibanding negara lain, itu juga seperti itu,” tutur Bahlil kepada awak media, saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta. (Kompas.com)
Sungguh tidak masuk akal mengenai panjang waktu sewa lahan yang pemerintah berikan kepada investor. Alasannya juga tidak masuk akal, banyak pihak mempertanyakan sebenarnya proyek IKN ini proyek siapa? Di awal proyek IKN ini, banyak pihak yang menilai gagasan pemindahan ibu kota terkesan dipaksakan, terlebih melihat kesiapan dana pemerintah yang sangat minim. Belum lagi, pemindahan ibu kota di tengah situasi ekonomi yang serba sulit pascapandemi membuat kebijakan pembangunan IKN semakin terlihat dipaksakan.
Pembangunan IKN dengan skema investasi, bukanlah jalan yang tepat. Dalam sistem kapitalisme, investasi bukan sekadar permasalahan bisnis, melainkan telah menjelma menjadi neokolonialisme (penjajahan gaya baru). Berkedok investasi, namun sejatinya mereka dengan mudah mengutak-atik pemerintah agar sesuai keinginan investor, yang tak lain adalah para kapitalis. Apalagi dengan jangka waktu tersebut dan obral proyek IKN, maka sebenarnya proyek ini bukanlah proyek negara apalagi untuk rakyat.
Investasi telah menutup celah anak bangsa dalam berpartisipasi pembangunan negara. Seolah setiap proyek hanya investor yang dapat menjalankannya. Harusnya pemerintah introspeksi diri, hal itu berarti pemerintah gagal dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
Kalau misalkan permasalahnnya adalah dana yang diperlukan tidak memadai, seolah negara ini tidak memiliki apa-apa. Kita tahu Indonesia adalah negara yang memiliki banyak sekali sumber daya alamnya. Seandainya SDA tersebut dikelola secara mandiri oleh negara, sungguh tidak ada alasan lagi negara tidak punya dana.
Dan investasi juga menutup celah perbaikan ekonomi negara, karena investasi akan memaksa negara untuk mengambil utang dalam mendanai proyeknya. Sementara itu rakyat lagi-lagi yang menjadi korban untuk menutupi utang tersebut.
Negeri ini harusnya bersedih atas ketidakmandirian pemerintah mengelola negerinya sendiri. Investor yang tamak menanamkan investasi, tidak akan memiliki pertimbangan lain selain keuntungan bisnis. Jika kelak negara tidak lagi tunduk pada kepentingan mereka, maka negara akan tergadaikan, karena investasi layaknya jebakan.
Seharusnya negeri ini belajar dari kasus negara lain yang kedaulatannya tergadai akibat jerat utang dan investasi. Sebut saja Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka, dan lainnya. Apalagi argumen bahwa jangka waktu sewa lahan di IKN mencapai 180 tahun hanyalah “pemanis”, tidak seharusnya terlontar dari pejabat negara. Yang ia punya amanah mengurusi rakyatnya.
Dalam Islam, penguasa adalah pengurus rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Maka salah besar apabila pembangunan IKN diperuntukkan kepada para investor.
Jika mindset utang ini merupakan “bawaan genetik” dalam tata kelola negeri ala kapitalisme, sudah saatnya bagi siapa pun yang bercita-cita menjaga kedaulatan negeri untuk mendiskusikan solusi cemerlang yang akan membebaskan negeri ini dari berbagai penjajahan. Itulah sistem Islam.
Wallahu a’lam. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis