Kampanye 16 HKATPA, Mampukah Mewujudkan Perlindungan Bagi Perempuan dan Anak?
Oleh: Nayla Shofy Arina (Mahasiswi)
LenSaMediaNews.com – Upaya dalam mewujudkan perlindungan dan ruang aman bagi perempuan dan anak, Jakarta menggelar 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (HKATPA). HKATPA adalah rangkaian akhir penyelenggaraan program Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Tahun 2022.
Kegiatan ini mengusung tagar #kenalUUTPKS, #JakartaRamahPerempuan, serta #JakartaPeduliAnak. “Dalam kurun waktu 16 hari ini, kita akan berupaya untuk mewujudkan ruang aman bagi perempuan dan anak di DKI Jakarta dengan memperkenalkan aspek regulasi, menyiapkan fasilitas dan sarana serta memberikan bantuan kebutuhan spesifik anak,” kata Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Tuty Kusumawati. Menurut Tuty, 16 HKATPA ini dilaksanakan dalam bentuk Road Show Jakarta Ramah Perempuan dan Peduli Anak, dengan tema “Ciptakan Ruang Aman, Kenali UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)” (Metrotempo.co, 26/11/2022).
Dikarenakan banyaknya kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak-anak, beberapa kalangan mendesak agar mengeluarkan RUU terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak serta diadakan kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan yang telah berlangsung di Indonesia sejak tahun 2001. Namun pada faktanya, hingga saat ini berbagai regulasi maupun ditetapkannya hari anti kekerasan alih-alih menepis kasus yang dialami perempuan dan anak, justru terus meningkat dari hari hingga ke tahun berikutnya. Bahkan kebanyakan pelaku kekerasan dilakukan oleh orang terdekat seperti ayah, suami, kakak, paman, kekasih, kerabat dekat dan lain-lain.
Lantas bagaimana bisa kehormatan dan jaminan perlindungan bagi kaum perempuan dan anak bisa benar-benar terlaksanakan? Apakah cukup dengan memperingati hari anti kekerasan saja?
“Benang Merah” Kekerasan dalam Lingkup Keluarga
Sejatinya berbagai bentuk kekerasan yang terus terjadi adalah hasil dari diterapkannya sistem kehidupan kapitalisme sekuler liberal yang memandang perempuan adalah objek komoditas. Segala hal ditetapkan secara bebas atas keinginan diri sendiri termasuk kebebasan berperilaku. Ranah antara perempuan dan laki-laki bebas tanpa batasan sehingga aktivitas seperti khalwat (berdua-duaan), ikhtilat (bercampur baur laki-laki dan perempuan) kerap terjadi tanpa kepentingan. Maka tak jarang kekerasan semakin meningkat karena sistem dari manusia ini.
Budaya dan tradisi yang menzalimi perempuan masih dinilai rendah dan lemah kerap dijadikan budak dan alat meraup materi. Perempuan dieksploitasi hingga lupa akan peran yang sebenarnya sebagai pendidik generasi. Persoalan semacam ini jelas membutuhkan solusi tuntas yang bisa menyentuh akar dari permasalahan. Di sistem kapitalis sekuler telah menjauhkan nilai-nilai Islam sehingga ketika masalah datang seringkali diselesaikan dengan kekerasan.
Solusi Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
Sistem rusak ini tentu bertolak belakang dengan sistem Islam yang berasal dari zat yang Maha Sempurna. Islam datang untuk menjaga kehormatan dan menjamin perlindungan bagi anak dan perempuan. Tugas pokok perempuan adalah ummun warobbatul bait sebagai ibu pengatur rumah tangga dan madrasatul ula sekolah bagi anaknya.
Dengan pengaturan jelas ini, perempuan akan lebih terjaga dari kekerasan karena tugas utamanya ada di rumah. Sedangkan laki-laki sebagai pencari nafkah bagi keluarganya. Pembagian peran ini adalah bentuk kerjasama untuk mengoptimalkan potensi fitrah masing-masing. Modal terbesar dalam keluarga adalah keimanan kepada Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” (HR. At Tirmidzi).
Islam melarang aktivitas yang menjadikan perempuan sebagai komoditas yang merendahkan derajatnya serta menerapkan sanksi bagi segala bentuk kekerasan. Dengan begitu ranah publik akan lebih aman bagi perempuan. Perempuan tidak dibebani urusan nafkah karena syari’at telah menetapkan kepada laki-laki baligh mampu untuk menafkahi dirinya dan keluarganya. Islam menetapkan sanksi yang sesuai dengan syari’ah sebagai zawajir yakni pencegah agar kejahatan tidak terjadi dan jawabir sebagai penebus dosa.
Islam melindungi kaum perempuan sebagaimana di masa khalifah al Mu’tasim Billah ada seorang muslimah disingkap jilbabnya oleh orang Romawi. Mendengar hal itu, Khalifah al Mu’tasim Billah langsung bergerak mengirim banyak pasukan untuk menyelamatkan wanita muslimah tersebut.
Demikianlah sistem Islam yang komprehensif mampu menjamin pemenuhan hak-hak bukan hanya kaum perempuan tetapi hak seluruh umat manusia. Namun, syari’at Islam hanya dapat diterapkan secara menyeluruh oleh negara Khilafah. Wallahu a’lam bishowwab.