Sejahtera dengan Pendidikan Vokasi Hanya Mimpi dan Ilusi

 


Oleh: Nurul Hariani S.Pd.
(Aktivis Muslimah Dan Pendidik)

 

Pendidikan adalah hal yang harus diperhatikan tanpa adanya alasan apapun yang membuat masyarakat tidak menempuh pendidikan, pendidikan adalah sebuah lingkup yang semua masyarakat berhak mendapatkannya. Dengan hal ini pendidikan yang dilakukan di dunia mana pun haruslah berlandaskan alasan yang tepat sasaran yaitu untuk menjadikan Manusia memiliki adab dan akhlak, bukan malah menjadikan ajang bisnis kaya manfaat, layaknya pendidikan Vokasi saat ini.

 

Menteri Perekonomian Airlangga Hartanto berpendapat angkatan kerja Indonesia dapat mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Oleh karenanya, diharapkan mereka dapat sejahtera sebelum tua. Demi mencapai tujuan tersebut, pemerintah mengeluarkan Perpres 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Dapatkah langkah ini terealisasi?

 

Pendidikan vokasi disebut sebagai tawaran solusi untuk membangun negeri. Sejak pemerintahan Presiden SBY, banyak berdiri sekolah vokasi yang bertujuan untuk mencetak tenaga kerja terampil dan siap kerja. Seiring waktu, pendidikan vokasi ternyata diarahkan untuk pangsa pasar sehingga jurusannya disesuaikan dengan permintaan industri.

 

Oleh karenanya, pemerintah juga melakukan beberapa regulasi agar industri mau mendukung kegiatan vokasi, salah satunya dengan insentif super tax deduction, yaitu potongan pajak bagi perusahaan yang melalukan kegiatan vokasi, seperti pemagangan, prakerin (PKL), guru industri, dan sebagainya. (Rmol, 31/10/2022).

 

Penilaian “sejahtera” di negeri ini terletak pada terserapnya seluruh SDM melalui dibukanya pendidikan vokasi. Tidak hanya itu, upaya lainnya adalah dengan menaikkan upah minimum provinsi (UMP). Hal ini sesuai cara pemerintah memberikan iming-iming kenaikan UMP pada 2023. Setidaknya, itu adalah janji Menteri Ketenagakerjaan (Menaker Ida Fauziyah dalam acara Festival Pelatihan Vokasi Nasional di JCC. (CNN Indonesia, 30/10/2022).

 

Jauh dari kata sejahtera, kenyataannya tidak sesuai dengan harapan. Pada 2023 diprediksi menjadi tahun gelap. Ancaman resesi menghantui dunia, tidak terkecuali Indonesia. Sinyal-sinyal PHK ada di mana-mana. Para pekerja terancam dirumahkan. Perusahaan Philips, misalnya, akan merumahkan 4.000 pekerjanya karena mengalami penurunan omzet. (Kumparan, 24/10/2022).

 

Dari berbagai fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa sejahtera sebelum tua hanya sebatas mimpi, tidak mungkin terealisasi. Hal ini dikuatkan dengan beberapa prediksi. Pertama, sekolah vokasi bertujuan mencetak SDM siap kerja yang disesuaikan dengan permintaan pasar. Faktanya, permintaan tenaga kerja tiap tahunnya berubah-ubah, sedangkan sekolah vokasi membutuhkan waktu untuk menyelesaikan programnya.

 

Jadi bisa saja, saat ini jurusan itu diperlukan, tetapi beberapa tahun ke depan sudah tidak, jika lulusan vokasi tidak sesuai dengan permintaan pasar, mereka akan cenderung melamar pekerjaan di mana saja. Tidak peduli sesuai dengan bidang vokasinya atau tidak. Mereka hanya berpikir yang penting dapat kerja.

 

Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa peran pemerintah di sini hanya sebagai regulator. mereka tidak membuat lapangan kerja untuk rakyatnya, melainkan sekadar menyalurkan sesuai permintaan pasar. Tujuan pendidikan vokasi memperlihatkan bahwa standar sejahtera bagi negara hanya sebatas materi. Penduduknya bisa bekerja, otomatis punya uang, uangnya dibelanjakan, hingga akhirnya perekonomian jalan dan pembangunan ekonomi nasional terealisasi.

 

Hal ini tentu sangat riskan karena SDM hanya dibekali kemampuan secara materi. Mereka tidak memiliki keahlian untuk manajemen diri, apalagi berkepribadian Islam. Walhasil, mereka akan bekerja di mana saja, tanpa peduli halal atau haram yang penting dapat cuan.

 

Peran negara seperti ini sebetulnya sesuai dengan tuntunan Barat. Negara hanya berperan sebagai regulator dan mementingkan materi. Pola seperti ini berasal dari pola pikir kapitalisme yang menilai bahwa standar kebahagiaan ditentukan oleh banyaknya materi, mengeluarkan dana sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya.

 

Walhasil, para kapitalis (korporasi) akan dengan senang hati menerima pekerja lulusan vokasi karena gaji mereka cukup murah dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh. Apalagi, mereka akan menerima pembebasan pajak, tentu hal ini sangat menguntungkan.

 

Sungguh, kesejahteraan yang hanya menyandarkan pada hasil pendidikan vokasi hanyalah sebatas mimpi dan tidak akan terealisasi. Jika ingin membuat masyarakat sejahtera, ambillah sistem ekonomi Islam. Hanya saja, sistem ekonomi ini tidak bisa berdiri sendiri, butuh dukungan sistem lainnya sehingga harus menerapkan sistem Islam kafah.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis