Pelecehan Seorang Nyai, Buah dari Kebebasan Berekspresi
Oleh: Henyk Widaryanti
Sebutan negeri yang ramah mungkin kini telah musnah. Kebebasan berekspresi dan berpendapat membuat banyak orang berbuat nekat. Sebagaimana yang terjadi pada seorang nyai dari Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, seseorang tak bertanggung jawab mengunggah potongan ceramah sang nyai. Tidak hanya itu, ia pun mengolok-olok dengan bahasa tak pantas. Bahkan ucapan pelecehan pun keluar dari mulut beberapa orang (Republika, 14/9/22).
Dengan adanya peristiwa ini, hal apa yang membuat orang bisa setega itu melakukannya pada istri seorang kyai?
Miskin Iman dan Ilmu
Orang yang tanpa pikir panjang langsung mengungkapkan segala hal yang ada pada pikirannya, bahkan tak mau berpikir apakah itu menyakiti hati saudaranya, menandakan ia memiliki keimanan yang tipis. Mungkin ia yakin kepada Allah Swt., tapi hatinya tertutup iri dan dengki. Sehingga memandang semua hal yang berbeda dengannya sebagai suatu kesalahan.
Peribahasa mengatakan air beriak tanda tak dalam, yakni orang yang banyak bicara biasanya tidak memiliki ilmu pengetahuan. Perumpamaan itu sepertinya cocok disematkan pada orang yang suka asbun alias asal bunyi. Tanpa memahami dan mendalami fakta sebenarnya, langsung saya asal bicara dan menjelekkan orang lain. Mereka tak menghormati perbedaan.
Teori Kebebasan
Kebebasan berekspresi yang didengungkan di negeri ini sudah terlewat batas. Seseorang bebas memosting apa saja, sesuai keinginannya. Tanpa menilai apakah hal itu menghina orang lain atau bukan. Jikalau tidak suka, asal ngomong saja.
Ini adalah ajaran kebebasan berekspresi yang diambil oleh demokrasi. Sayangnya, teori ini hanya berlaku pada para pembenci Islam. Jika ada orang Islam mengutarakan “uneg-uneg”, langsung dikatakan ujaran kebencian.
Islamophobia
Lebih parah lagi, bentuk pelecehan yang terjadi pada seorang nyai itu lebih karena seorang muslim. Isi ceramahnya mengenai bidadari surga, dan mengambil tafsir Ibnu Katsir. Dengan menjelekkan isi ceramah tersebut, tidak bisa dipungkiri jika ini salah satu bentuk dari Islamophobia. Dimana seseorang sangat takut atau benci dengan ajaran Islam.
Tindakan Tegas
Tindakan penghinaan ini perlu diberi efek jera agar tidak terulang lagi. Sayangnya, hukum yang ada saat ini sepertinya belum memberikan hal itu, buktinya, orang-orang itu masih bebas berkeliaran dan berselancar di media sosial. Bahkan tidak jarang kejadian semacam ini terus berulang.
Oleh karena diperlukan hukuman yang tegas. Tidak memandang siapa yang bersalah, tapi melihat dari apa kesalahannya. Jika hanya bersandar pada demokrasi, sepertinya tidak akan bisa mendapatkan keadilan. Karena selama ini, demokrasi hanya berpihak pada yang punya kepentingan dan uang.
Islam Sangat Tegas
Islam sebagai agama rahmatan lilalamin tidak akan membiarkan penghinaan terhadap seseorang terjadi. Apalagi penghinaan itu ditujukan kepada Islam. Mereka yang berani menghina, akan dihukum tegas. Setelah sebelumnya dinasehati. Namun, jika ia melakukannya berulang kali berarti harus diberi pelajaran. Hingga mereka tidak akan berani lagi untuk menghina Islam, ulama dan kaum muslim.
Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah: apakah dengan ayat-ayat Allah dan Rasul-Nya, kalian berolok-olok? Tidak perlu minta maaf, kalian telah kafir setelah sebelumnya beriman.” (QS. At Taubah: 65-66).
Bagi Islam, orang yang suka mengolok-olok agama itu dapat disebut sebagai kafir. Karena dalam hatinya tak terbesit keyakinan atas kebenaran Islam atau apa saja yang dikabarkan Al-Qur’an. Sehingga, ketika mereka telah melakukan berulang kali, hanya satu penyelesaiannya. Akan dihukum sebagaimana keputusan hakim, baik itu dipenjara atau hukuman lainnya. Tergantung seberapa besar penghinaan nya.
Dengan demikian, tidak ada orang yang akan berani mengulangi penghinaan itu lagi. Selain itu, Islam mengajarkan segala aktivitas terikat dengan hukum syarak. Islam tidak memberikan kebebasan berekspresi kepada setiap orang. Karena yang berhak membuat peraturan hanya Allah Swt. Tuhan Pencipta Manusia. Wallahu’alam. (LM/LN)