RUU Sisdiknas Mensejaterakan Guru?
Oleh Epi Lisnawati
Lensa Media News – RUU Sisdiknas kini tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan dunia pendidikan. Pasalnya tunjangan profesional guru (TPG) dihilangkan dalam RUU Sisdiknas ini. Sontak hal ini menuai penolakan di kalangan para pendidik. Hal ini dinilai akan berdampak pada kesejahteraan guru, terutama guru honorer/non ASN.
Penolakan terhadap RUU Sisdiknas salah satunya disampaikan oleh Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim, membandingkan pengaturan TPG di UU Guru dan Dosen dengan RUU Sisdiknas. Yaitu dalam Pasal 105 huruf a-h RUU Sisdiknas yang memuat hak guru atau pendidik, tak ada satupun klausul tentang “hak guru mendapatkan tunjangan profesi guru”. Melainkan, hanya ada “hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial” yang tercantum dalam Pasal 105 huruf a RUU Sisdiknas.(Kompas.com 30/8/2022).
Menurut Satriwan, jika merujuk pada Pasal 16 ayat (1) sampai ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, secara eksplisit diatur masalah tunjangan profesi guru. Pasal 16 ayat (1) mengatur, pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik, diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan. Tunjangan profesi tersebut diberikan setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan milik pemerintah, dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Kemendikbudristek kemudian menjawab kegaduhan publik atas polemik tidak tercantumnya klausul mengenai tunjangan profesi guru dalam RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim memaparkan argumen mengenai pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di hadapan Komisi X DPR RI, ( Kompas.com Selasa (30/08/22).
Selanjutnya Nadim Makarim membantah jika RUU ini memangkas tunjangan guru, bahkan sebaliknya justru akan meningkatkan kesejahteraan guru dengan beberapa argumen. Pertama, guru yang sudah lulus sertifikasi tetap berhak mendapatkan tunjangan profesi dan/atau tunjangan khusus sepanjang masih memenuhi persyaratan.
Kedua, sertifikat pendidik dari Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah prasyarat menjadi guru atau calon guru baru dan bukan untuk prasyarat memberikan penghasilan layak bagi guru yang sudah mengajar. Ketiga, pemerintah ingin mengakui pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidik di Pendidikan Kesetaraan, dan pendidik di pesantren formal. Mereka dapat diakui sebagai guru serta menerima tunjangan untuk meningkatkan kesejahteraannya. (PR, 01/09/22).
Hal senada disampaikan juga oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Ristek Iwan Syahril menjelaskan, RUU Sisdiknas justru menjadi upaya agar semua guru mendapat penghasilan layak. RUU Sisdiknas mengatur, guru yang sudah menerima tunjangan profesi, baik berstatus aparatur sipil negara (ASN) maupun tidak, akan tetap mendapatkannya sampai pensiun. Sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan guru-guru yang belum mendapat tunjangan profesi, menurut Iwan, akan segera mendapat kenaikan penghasilan tanpa harus menunggu sertifikasi.
Pro kontra serta penafsiran berbeda atas digulirkannya RUU Sisdiknas menunjukkan bahwa aturan kehidupan yang dibuat oleh manusia mengandung kelemahan sehingga menimbulkan beragam penafsiran. Disamping itu bisa menguntungkan sebagian pihak dan menyengsarakan pihak yang lain.
Dalam sistem kapitalis seperti yang diterapkan hari ini, kesejahteraan guru masih jauh panggang daripada api. Di negeri ini pun penghargaan pada guru masih jauh dari harapan. Selain kesejahteraan minim, penggajiannya kadang telat. Indonesia berada di urutan paling bawah ke 30 dengan 2.830 dollar AS per tahun atau sekitar 39.620.000 setahunnya atau setara 3.301.666 per bulannya. Untuk guru honorer masih sangat banyak yang belum mencapai nominal ini.
Dalam Islam kesejahteraan guru sangat diperhatikan. Sejarah mencatat seorang guru di masa Umar bin Al Khathab mendapat gaji sebesar 15 dinar. Jika dihitung dalam bentuk rupiah kira-kira 60 juta, apabila 1 gram emas saat ini satu juta, 1 dinar bernilai 4,25 gram.
Hal ini menunjukan bahwa Islam sangat memuliakan guru dengan menjamin kesejahteraannya. Disamping kesejahteraan guru, dalam Islam negara menjamin pula kebutuhan kolektif warga negara yang lainnya yaitu pendidikan, keamanan dan kesehatan.
Jaminan kehidupan ini akan dirasakan oleh seluruh warga negara jika sistem Islam diterapkan di tengah-tengah kehidupan. Maka selama sistem kapitalis masih bercokol kesejahteraan rakyat termasuk guru hanya ilusi. Alhasil sudah saatnya sistem yang rusak ini diganti dengan sistem Ilahiah, niscaya akan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat termasuk kesejahteraan para guru.
Wallahu A’lam bishawab.
[sal/LM]