BBM Jadi Naik, Sinyal Liberalisasi Migas Semakin Nyata

 


Oleh : Emmy Emmalya
(Analis Mutiara Umat Institute)

 

Inna lilahi wa inna ilaihi rojiuun, semakin nyata telah mati hati nurani penguasa saat ini terhadap penderitaan rakyat Indonesia. Ibarat jatuh tertimpa tangga pula. Belum pulih ekonomi akibat imbas dari pandemi covid-19 sudah tertimpa lagi biaya hidup yang semakin berat.

 

Kenaikan BBM ini jelas mengejutkan masyarakat karena sebelumya pemerintah menjanjikan tidak akan menaikkan harga BBM tapi ternyata diumumkan secara mendadak di saat masyarakat lengah.

 

Dan Akhirnya Pemerintah resmi menaikkan harga BBM mulai Sabtu, 3 September 2022 (Tribun Bali, 5/09/23). Apa sebenarnya motif penguasa saat ini yang begitu ngotot menaikkan harga BBM ?

 

Mengutip dari pendapat pakar ekonomi Dr. Arim Nasim, SE.,Msi.,Ak.,CA. Di chanel Youtube Pusat Kajian dan Analisa Data (02/09/22), kenaikan BBM ini bukan karena mengikuti kenaikan harga minyak bumi dunia akibat imbas perang Ukraina dan Rusia, bukan pula karena karena Indonesia sebagai negara importir minyak bumi. Karena itu semua hanya pemicu saja.

 

Akar permasalahan yang sebenarnya adalah terdapat pada dua poin berikut ;
Pertama, liberalisasi pengelolaan sumber daya alam (SDA). Hal ini muncul dari paradigma sistem ekonomi kapitalis yang melahirkan hubungan penguasa dengan rakyat itu seolah-olah seperti hubungan bisnis maka wajar jika subsidi dianggap sebagai beban.

 

Sehingga kenaikan BBM ini sebenarnya untuk menyelesaikan liberalisasi di sektor hilir agar sama dengan sektor hulu yang hampir sebagian besar dikuasai oleh oligarki alias swasta. Maka, ketika sektor hilir ini tuntas dikuasai oleh SPBU swasta, para kapital akan berpesta pora sedangkan SPBU milik Indonesia (Pertamina) akan gulung tikar.

 

Lalu akar masalah yang kedua adalah penguasa yang tidak amanah. Fakta ini sangat jelas kita rasakan, seperti BUMN menjadi bancakan partai politik, korupsi yang merajalela di kalangan pejabat.

 

Lalu, mereka mengatakan bahwa dana APBN defisit sehingga perlu mengurangi beban negara dengan meniadakan subsidi BBM. Padahal bengkaknya APBN bukan semata-mata karena kerugian dalam bisnis tapi karena adanya politik yang di sana ada faktor korupsi dan kepentingan oligarki.

 

Maka, kedua akar masalah inilah sebenarnya yang menjadi penyebab mengapa BBM terus mengalami kenaikan. Oleh karena itu jika sistem kapitalis yang merupakan biang permasalahan ini dibiarkan maka sektor hulu dan hilir akan dikuasai oleh para oligarki (swasta) secara penuh dan rakyat Indonesia hanya akan menjadi kacung di negerinya sendiri.

 

Apalagi ketika menilik fakta APBN 2022 -2023 Indonesia yang mengacu pada paradigma kapitalis, sumber pendapatan negara (fiskal) lebih bertumpu pada pajak dan utang daripada sumber daya alam. Karena sumber daya alam Indonesia sebagian besar sudah dijual kepada asing.

 

Kemudian, jika diperhatikan dari alokasi ruang piskal dari sisi APBN juga sulit untuk bangkit karena anggaran terbesar 2022-2023 itu bukan untuk menyehatkan ekonomi negara tapi untuk membayar utang.

 

Ditambah lagi, anggaran APBN juga dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat tapi untuk menyelamatkan para oligarki seperti pembangunan IKN dan kereta cepat yang awal tidak menggunakan APBN tapi pada akhirnya menggunakan APBN.

 

Oleh karena itu, jika kebijakan piskal Indonesia masih seperti ini yaitu pendapatan negara lebih didominasi dari pajak dan pengeluarannya bukan untuk rakyat maka Indonesia akan bernasib sama seperti Srilanka yaitu gagal bayar utang.

 

Demikian gambaran pengelolaan SDM yang dikelola oleh sistem ekonomi kapitalis, maka jika Indonesia masih tetap menerapkan sistem kapitalis, kenaikan BBM akan senantiasa menjadi problem.

 

Tidak demikian halnya dengan Islam yang memiliki mekanisme yang jelas dalam mengelola SDA. Islam telah menetapkan bahwa SDA merupakan kepemilikan umum yang pengelolaannya dilakukan oleh negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

 

Asing sama sekali tidak diberikan tempat untuk mengelola SDA. Kalaulah diperlukan itu hanya sebatas pengawai yang akan dibayar jasanya oleh negara, sama sekali tidak akan diberikan izin untuk mengelolanya.

 

Begitu pula fungsi penguasa dalam Islam adalah sebagai pengatur dan pelayan rakyatnya bukan hubungan bisnis sebagaimana sistem kapitalis. Sebagaimana hadits berikut :

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

 

Maka masihkah kaum muslim berharap pada sistem kapitalis yang selalu menebar penderitaan dan kesengsaraan? Padahal Islam telah memberikan harapan kesejahteraan bagi seluruh manusia. (LN/LM)

Please follow and like us:

Tentang Penulis