Kebakaran Hutan Terjadi Berulang, Ada Apa?
Oleh: Siti Aminah
Muslimah Malang, Jawa Timur
Lensa Media News-Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Kembali Terjadi di Kabupaten Samosir. Tidak hanya itu, kebakaran lahan juga terjadi di kawasan Bukit Parombahan (Simpang Gonting), Desa Aek Sipitudai, dan lahan kawasan Bukit Desa Siboro, Kecamatan Sianjur Mulamula, juga terbakar, Jumat 5 Agustus 2022 malam (sumut.poskota.co.id, 6/8/22).
Kebakaran hutan dan lahan terjadi berulang, merusak ekosistem hutan juga kesehatan, banyak hewan mati dan kehilangan tempat tinggal sehingga menyerang perkampungan. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan seperti ini tidak pernah bisa selesai apabila pemerintah tidak mengambil tindakan yang tegas dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
Kebakaran hutan bukan masalah untuk daerah itu saja tapi juga merusak udara di sebagian dunia, terlebih mengingat Indonesia termasuk paru-paru dunia.
Pemerintah harusnya cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah kebakaran hutan dan lahan ini, tidak membiarkan terjadi berulang-ulang,tapi pemerintah yang menganut paham kapitalis tidak mampu menyelesaikan masalah ini karena yang mereka terapkan adalah kebijakan yang dikendalikan oleh para kapitalis atau para pemilik modal.
Pemerintah tidak pernah mengambil pelajaran dari kasus-kasus sebelumnya. Apalagi dalam menegakan hukum kepada pelaku pembakaran hutan, sangat tidak tegas, malah boleh dikatakan cenderung lemah. Akibatnya perusahaan masih bisa memiliki lahan yang luas atas izin pemerintah, kemudian di kelola untuk kepentingannya tanpa memperdulikan dampak buruknya bagi masyarakat sekitar apalagi dunia.
Dalam sistem kapitalis, negara yang memberi hak untuk perusahaan swasta bahkan asing untuk mengelola lahan yang awalnya hutan gambut atau hutan lindung. Tak ada batasan kepemilikan umum, negara atau pribadi. Semua lebih kepada asas manfaat.
Jadi pangkal kebakaran hutan dan lahan adalah sistem undang-undang yang telah memberikan hak pengelolaan hutan dan lahan pada korporasi atau perusahaan. Aturan ini bersumber pada pemikiran sekuler yang menjamin kebebasan memiliki pada siapa saja. Baik perorangan maupun perusahaan, asalkan mereka memiliki modal besar (kapital). Hak memiliki yang dijamin negaralah yang membuat pemilik kapital boleh memiliki apa saja yang dikehendakinya.
Maka sekadar seruan untuk tidak bakar hutan saja tidak cukup, apalagi setelah pembakaran malah negara yang bertanggung jawab memadamkan api sementara tindakan tegas terhadap perusahaan yang menjadi tersangka tidak serius dilakukan. Tentu ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah Karhutla sampai kapanpun.
Hutan adalah salah satu jenis kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh satu atau sekelompok orang dalam Islam. Rasulullah Saw pernah bersabda : “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput & api, dan harganya adalah haram. Abu Sa’id berkata, Yang dimaksud adalah air yang mengalir“. [HR. ibnumajah No.2463].
Maka yang berhak mengelola hutan dalam hal ini adalah negara untuk kemaslahatan umat. Tidak boleh diserahkan kepemilikannya kepada seseorang atau swasta, terlebih asing. Sehingga hak rakyat tidak terpenuhi.
Negara harus menjaga kelestarian hutan, terutama hutan gambut yang sangat bermanfaat untuk paru-paru dunia, penyimpan air pada saat musim hujan dan sebagai sumber air pada saat musim kemarau tiba. Selain itu hutan gambut adalah sumber habitat flora dan fauna yang menjaga keseimbangan alam.
Selain larangan pemilikan hutan, negara juga harus memberi sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran hutan dengan ta’zir , yang kadar dan jenisnya ditetapkan oleh kepala negara, sehingga mampu menimbulkan efek jera dan tidak dicontoh yang lainnya. Pengaturan yang terperinci tentang kepemilikan, kesadaran umum untuk menjaga lingkungan dan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan akan menjadi solusi tuntas karhutla.
Namun penyelesaian masalah Karhutla ini tidak akan mungkin bisa diterapkan tanpa ada perubahan sistem yang diberlakukan sekarang. Rezim yang sangat pro kapital dan sistem kapitalisme sekuler ini adalah sumber masalahnya. Dan mutlak harus dicabut.
Untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan ini agar tidak terulang lagi butuh sistem yang benar, yaitu sistem Islam, dimana kepemilikan hutan hanya pada negara bukan pada swasta. Wallahu a’lam bish shawab. [LM/ry]