Merebaknya Kasus Kekerasan Anak, Mana Peran Negara?

Oleh : Yuke Octavianty

(Forum Literasi Muslimah Bogor)

Lensa Media News – Pasrah. Hanya itu yang diterima Yahya Ramadhani, guru tari yang tersangkut kasus pencabulan 11 muridnya (jatim.jpnn.com, 9/8/2022). Yahya adalah guru tari tradisional yang mengajar seni tari di sanggar tari, Jalan Jombang, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Karena kasus tersebut, Yahya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 milyar (atau kurungan 6 bulan) yang ditetapkan Pengadilan Negeri Malang (radar.malang.com, 8/8/2022).

Kasus kekerasan pada anak tak hanya satu atau dua kasus saja. Namun, kasus ini telah merebak. Tak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di berbagai wilayah. Bahkan kasus pencabulan ini pun menyapa Kota Layak Anak. Salah satunya Solo. Dimana seorang pejabat BUMD Solo menjadi tersangka kasus tersebut (kompas.tv, 26/7/2022). Miris.

Lantas, solusi apa yang dapat memutus kasus tersebut?

Logis memang, saat pelaku dijatuhi hukuman sekian tahun penjara. Namun, mengapa hukuman ini tak membuat pelaku jera? Justru semakin merajalela.

Jangan pernah tertipu predikat semu. Saat predikat “KLA (Kota Layak Anak)” disematkan pada suatu kota, belum tentu kota tersebut aman bagi anak. Arist Merdeka Sirait, Pegiat Hak Anak, Komnas Anak meragukan akan ada Kabupaten atau Kota Layak Anak jika pemerintah tak menjadikan isu anak sebagai prioritas utama (batam.suara.com, 26/7/2022).

Negara sebetulnya telah membentuk dan mengadopsi berbagai regulasi yang berhubungan dengan Undang-undang khusus perlindungan hak anak. Salah satunya, UU no.23 Tahun 2022, tentang Perlindungan Anak dengan 2 pilar utama, yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Namun, regulasi yang ada, gagal dalam penerapannya.

Dr. Arum Harjanti, Pengamat Masalah Perempuan, Keluarga dan Generasi, mengungkapkan bahwa gagalnya regulasi yang telah ada menunjukkan bahwa persoalan mendasar anak bukan karena kurangnya regulasi. Namun, karena penerapan sekulerisme dalam kehidupan (muslimahnews.net, 1/8/2022). Pemisahan aturan agama dari aturan kehidupan menghasilkan proses kehidupan yang hanya berorientasi pada materi dan pemenuhan hawa nafsu yang membutakan nurani. Tanpa sedikit pun rasa takut pada siksaan Sang Khalik, Allah SWT.

Perlindungan terhadap seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak, hanya dapat terwujud sempurna dalam sistem Islam. Syariat Islam memerintahkan agar orang tua dapat membimbing, menjaga dan melindungi anak dengan kelembutan namun tetap dalam kerangka ketegasan. Demi satu tujuan utama yaitu ridho Allah SWT.

Rasulullah SAW. bersabda, ” Hendaklah kamu bersikap lemah lembut, kasih sayang dan hindarilah sifat keras dan keji” ( HR. Bukhari).

Dengan dorongan iman dan takwa, semestinya para pembuat kebijakan menciptakan regulasi yang betul-betul dapat melindungi anak. Serta dapat diterapkan sempurna dalam kehidupan. Ditambah aspek kontrol sosial yang efektif dalam tubuh umat, yaitu masyarakat harus saling menjaga dan mengingatkan satu sama lain jika terjadi penyelewengan atau tindakan asusila. Karena anak adalah penerus perjuangan. Dan dari tangannya kebangkitan peradaban ini dapat diraih sempurna.

Sempurnanya aturan dan penerapan berbagai regulasi perlindungan anak hanya dapat terlaksana dalam sistem Islam. Satu-satunya sistem yang mendukung terselenggaranya syariat Islam dengan menyeluruh di setiap bidang kehidupan.

Wallahu a’lam bisshowwab.

[ak/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis