2022: Tensi Politik Meninggi, Bagaimana Rakyat Agar Tak Diapusi?
2022: Tensi Politik Meninggi, Bagaimana Rakyat Agar Tak Diapusi?
Oleh Hanif Kristianto (Analis Politik-Media di Pusat Kajian dan Analisis Data)
LenSa Media News – Bisa dibilang 2022 menjadi tahun pemanasan menuju 2024. Masih 2 tahun lagi, tensi politik sudah meninggi. Tak peduli pandemi ataupun endemi. Apa mau dikata ekonomi meroket atau merosot. Kalau untuk urusan politik dan kekuasaan dijamin menjadi yang terdepan. Urusan kekuasaan menjadi penting bagi politisi dan pemegang jabatan. Kedudukan menjadi Presiden ataupun partai berkuasa diperebutkan antar koalisi dan golongan. Kedinamisan politik menjadikan kondisi negeri ini dipenuhi intrik-intrik unik.
Politisi demokrasi sepakat bahwa kekuasaan menjadi tujuan utama. Selanjutnya baru berpikir untuk urusan rakyat. Ya, kalau dipikir kadang seuprit dan jauh dari realita yang diinginkan rakyat. Belum lagi edukasi politik masih sebatas kepentingan pribadi dan golongan. Tak pernah menyentuh akar persoalan hingga memberikan obat cespleng manjur dari persoalan. Sebaliknya, persoalan demi persoalan menumpuk. Terkadang politisi Cuma bisa berkilah ataupun lari dari masalah. Entah apa yang dipikirkannya?
*Bagaimana Memahami Suhu Panas Politik*
Mayoritas rakyat memang tak peduli urusan politik. Rakyat hanya berpikir sederhana. Asal kehidupan tercukupi dan bisa makan esok hari. Rakyat tak miliki cita-cita untuk menjadi orang wah. Apalagi sampai duduk di kursi kekuasaan. Perbincangan seputar politik dan kekuasaan akhirnya dimonopoli kelompok oligarki politik dan politisi picik.
Bukan berarti rakyat abai. Rakyat harus tetap memasang alarm tanda WASPADA. Rakyat tak boleh terjebak kembali memilih orang yang salah. Baca kembali berita. Telusuri kembali janji dan jejak digitalnya. Figuritas tak akan memberikan solusi pas. Jagoan-jagoan politik itu bukanlah superman yang siap hadir di setiap momen. Kewaspadaan ini agar rakyat tak jatuh kembali ke lubang buaya untuk yang kesekian kalinya.
Rakyat pun tak harus menjadi orang pandai atau intelektual. Rakyat cukup melakukan beberapa langkah strategis ini:
Pertama, rakyat berusaha memahami bahwa politik demokrasi itu ujungnya kekuasaan. Apapun bajunya, motifnya, dan perangainya menjadikan politisi merasa terbang di atas rakyat. Kalau sekadar berpikir kekuasaan, biasanya melupakan pengurusan urusan rakyat.
Kedua, rakyat melek media informasi. Pemberitaan dan informasi menjadi penting. Bahkan industri media ini dijadikan politisi untuk membranding diri. Ingat, belum tentu penampilan di depan kamera menunjukkan yang sesungguhnya. Ini politik yang penuh pencitraan dan politisasi. Cukuplah rakyat memahami dalam menilai kepribadian seseorang. Kepribadian itu terdiri dari pola pikir dan pola sikap. Baik di depan kamera atau tidak, jika memiliki kepribadian yang khas maka tak ada bedanya. Tetap sama dan bukan berubah-ubah.
Ketiga, rakyat paham fakta kerusakan politik demokrasi dan miliki penggantinya. Ini merupakah hal penting. Jika rakyat tahu kerusakan demokrasi yang melahirkan politisi nakal dan aktifitasnya brutal. Demokrasi bukanlah jalan tengah, tapi jalan terjal yang menuju kesasar. Rakyat pun paham solusi penggantinya dengan politik keilahian. Politik yang berasaskan Islam.
Keempat, edukasi politik Islam tak boleh dihentikan. Mungkin sebagian masih phobia dengan politik Islam. Bahkan ada anggapan cukup Islam mengurusi peribadatan dan keakhiratan. Padahal, Islam juga mengatur politik yang bermakna mengurusi urusan umat dan menjaga agama. Melahirkan politisi yang bertanggung jawab kepada rakyatnya. Sekaligus kepada Allah SWT. Politisi yang bukan kaleng-kaleng. Apalagi kerjaannya geleng-geleng.
Kelima, rakyat memiliki akses dan berdialektika untuk membandingkan politik demokrasi dengan politik Islam. Sayangnya, sebelum menuju ke arah politik Islam, rakyat ditakuti dengan radikalisme dan ekstrimisme. Itu sekadar upaya pengalihan agar status quo tetap bercokol di kursi kekuasaan.
*Agar Tak Diapusi*
Rakyat bukanlah objek yang terus menerus diapusi (dibohongi). Harapannya rakyat sebagai subjek dalam melakukan perubahan politik. Harus muncul orang-orang yang tak sekadar pasrah tapi menyerahkan kekuasaan kepada orang serakah. Rakyat perlu memiliki keberanian politik. Bukan sekadar berani jujur dan katakan tidak pada korupsi. Lebih dari itu rakyat memiliki strategi dan intuisi.
Berkali-kali rakyat negeri ini menjadi objek kekalahan. Seringnya menjadi tumbal kekuasaan. Pembodohan politik begitu sistemis, massif, dan intensif. Rakyat tak boleh demikian. Sebab, rakyat ini manusia mulia yang harus diurusi kehidupannya. Bangkitlah wahai rakyat. Tetap waspada. Karena serigala-serigala itu siap menerkam dari arah mana saja. Siapkan senjata ya!. [ *LM/ry*].