Antara Ibadah Haji dan Kendala Administrasi

Oleh : Fahmara Ghaziya 

(Pegiat Pena Banua dan Aktivis Dakwah) 

 

Lensa Media News – Ibadah haji merupakan bagian dari rukun Islam, dimana setiap umat muslim tentu berharap dapat melaksanakan ibadah mulia ini. Namun di sistem ini, umat muslim yang ingin melaksanakan ibadah haji harus mengeluarkan pengorbanan yang besar mulai dari biaya yang tidak sedikit, harus sabar menunggu antrian pemanggilan pemberangkatan haji bertahun-tahun hingga semakin rumitnya administrasi yang harus dilengkapi.

Setelah sekitar 2 tahun pemberangkatan calon jama’ah haji tertunda akibat pandemi, akhirnya di tahun 2022 calon jama’ah haji akan diberangkatkan secara perdana di mulai kloter pertama pada tanggal 04 Juni 2022. Pada tahun ini, Indonesia memperoleh kuota haji sebanyak 100.051, terdiri dari 92.825 kuota jamaah haji reguler dan 7.226 kuota jamaah haji khusus. Jamaah haji regular akan terbagi menjadi 241 kloter dengan 236 penerbangan (Republika.id 13/05/2022)

Waktu persiapan pemberangkatan haji tahun ini juga terbilang singkat, sebab Saudi Arabia mengumumkan kepastian kouta haji bagi Indonesia pada pertengahan April 2022. Oleh karena itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama dikebut untuk menyelesaikan finalisasi penyiapan layanan bagi calon jamaah haji. Dirjen PHU Kemenag Hilman Latief juga menyampaikan bahwa calon haji akan mendapatkan layanan dalam dan luar negeri. Selama di dalam negeri, calon haji akan mendapatkan layanan mulai dari pemberkasan, keberangkatan hingga kepulangan di asrama haji (Republika.id 13/05/2022).

Pemerintah Arab Saudi juga telah menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi para calon jama’ah haji yaitu telah mendapatkan vaksin lengkap sebanyak 3x, PCR 72 jam sebelum keberangkatan, syarat minimal di atas 18 tahun dan maksimal di bawah 65 tahun. Akibat ketidaksiapan pemerintah Indonesia untuk melengkapi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi, terdapat sekitar 17 ribu calon haji yang tidak diberangkatkan. Salah satu kendalanya adalah belum mendapatkan vaksinasi Covid-19 secara lengkap (okezone.com 19/05/2022).

Di sistem kapitalisme saat ini, urusan umat menjadi lebih rumit. Seperti halnya persiapan pemerintah untuk memberangkatkan calon haji tahun ini. Pemerintah terlihat gelagapan dalam persiapan keberangkatan haji. Tidak sedikit pula masyarakat yang harus batal berangkat haji akibat kendala administrasi. Tentu masyarakat telah menaruh harapan yang tinggi agar mereka dapat dipanggil berangkat menuju tempat suci, Negara tempat lahirnya Rasulullah Saw dan saksi perjuangan umat Islam dalam menyebarkan agama Allah Swt.

Negara seyogyanya memiliki peranan yang sangat penting dalam urusan kemaslahatan umat. Ibadah haji yang begitu ditunggu-tunggu setiap muslim seharusnya mendapatkan perhatian besar bagi pemerintah. Pemerintah haruslah mempermudah masyarakat untuk menunaikan ibadah haji dengan lancar, mulai dari kesiapan administrasi, sarana dan prasarananya.

Sebagimana yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II selaku kepala negara di masa pemerintahan Turki Ustmani. Di tahun 1900, pemerintah Turki Ustmani membangun kereta api Hejaz menuju Mekkah. Pembangunan ini membuat perjalanan lebih singkat dari 40 hari menjadi 5 hari saja. Pembangunan ini tentu sangat mempermudah jamaah calon haji untuk menunaikan ibadah di Mekkah dan Madinah. Setelah pembangunan kereta api dari Damaskus ke Mekkah selesai, pemerintah membangun kembali jalur ke Konstantinopel. Pembangunan ini 100 persen dibiayai oleh dana umat bukan melalui saluran dana dari investor asing.

Inilah gambaran pemerintahan Islam yang menjalankan fungsi pelayanan secara maksimal untuk kepentingan umat. Kebijakan yang dikeluarkan serta dana yang dibutuhkan tidak diambil dengan keputusan serampangan. Sebab, pemerintah menyadari akan besarnya tanggungjawab negara dalam mengatur urusan umat. Sehingga diperlukan strategi matang yang bermanfaat bagi masyarakat.

Please follow and like us:

Tentang Penulis