Kartel Minyak Goreng, Salah Tata Kelola?

Oleh : Yuniasri Lyanafitri

 

Lensa Media News – Masih berlangsung hingga saat ini, masyarakat disibukkan dengan berburu minyak goreng. Pasalnya, harga minyak goreng di pasaran semakin melambung dan pasokannya pun terbatas. Masyarakat rela mengantre panjang bahkan banyak keluarga bertindak tak saling kenal untuk bisa mendapatkan minyak goreng sebanyak-banyaknya.

Hal ini jelas mendapat perhatian serius dari semua kalangan masyarakat. Karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, malah mengalami kelangkaan minyak goreng. Sehingga terdapat kemungkinan adanya pengendalian distribusi oleh sekelompok orang.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendalami indikasi kartel dalam dugaan penimbunan minyak goreng di Deli Serdang, Sumatera Utara. Adanya penemuan 1,1 juta kilogram minyak goreng berada di salah satu gudang di kawasan tesebut. (https://m.bisnis.com/ 20/02/2022)

Adapun anak perusahaan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. PT Salim Invomas Pratama Tbk. (SIMP) memberi klarifikasi minyak goreng temuan merupakan pesanan dan siap didistribusikan ke pelanggan dalam beberapa hari ke depan. Manajemen SIMP menjelaskan bahwa prioritas minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan pabrik mi instan grup perusahaannya di seluruh Indonesia agar tersuplai dengan baik.

Menurut Kepala KPPU Wilayah, Ridho Pamungkas, alasan yang diberikan oleh pihak produsen menunjukkan keengganan untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam menjamin ketersediaan minyak goreng di pasar. Kasus tersebut diindikasikan sebagai kegagalan koordinasi, kebijakan, dan kegagalan pasar. Sehingga perilaku pelaku usaha cenderung dengan sengaja menahan pasokan barang dengan motif dan tujuan tertentu.

Kejadian di Deli Serdang kemungkinan besar hanya salah satu kasus yang mampu terkuak. Karena kelangkaan minyak goreng hampir dialami di setiap wilayah Indonesia. Oleh karena itu, seharusnya diperlukan tindakan tegas dan jelas dari pemerintah pusat agar masalah cepat tertangani dan tidak akan terulang kembali.

Namun faktanya, negara hanya dijadikan sebagai alat untuk mempermudah segala kepentingan oligarki. Penguasa negara bisa mendapatkan jabatannya atas bantuan dana yang diberikan oleh oligarki. Penguasa pun menjalankan negara dengan asas sekuler sehingga kebijakan yang diterapkan hanya berlandaskan kebebasan, kepentingan, dan hawa nafsunya. Terutama untuk balas budi atas bantuan yang telah diterimanya. Sama sekali tidak pernah memikirkan tentang kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya.

Bisa dilihat dengan jelas dalam kasus langkanya minyak goreng ini. Salah satu perusahaan yang ketahuan memiliki banyak stok minyak goreng enggan untuk dipasarkan. Mereka lebih memilih untuk mendistribusikan kepada mitranya sendiri yang lebih menguntungkan. Jadi, uang yang beredar hanya pada lingkaran kerabat dan golongannya sendiri. Maka pantas jika kekayaan hanya bisa dimiliki dan dinikmati oleh sekelompok orang, sedangkan sebagian besar manusia lainnya menderita dengan kemiskinan yang tak pernah ada ujungnya.

Beginilah mekanisme negara yang menerapkan sistem kapitalis demokrasi. Hanya para oligarki yang mampu bertindak semaunya karena menjadi pemodal. Hukum pun mampu dibeli jika memang harus dilakukan untuk menutupi kesalahan atau melancarkan aksinya. Penguasa negara pun tak ubahnya hanya sekadar cangkang yang tak memiliki wibawa untuk bersikap tegas dan jelas. Tegas bertindak untuk menghukum yang bersalah dan jelas dalam memberikan peraturan untuk dapat ditaati oleh setiap warganya.

Jadi, bukan salah tata kelola tetapi kesalahan yang tersistem hingga menjadikan kehidupan manusia serba sulit dan sengsara. Karena menjadikan kapitalis yang rusak dan merusak sebagai sistem pemerintahan negara.

Masalah sistemik tentunya diselesaikan dengan solusi yang juga sistemik. Yaitu sistem Islam sebagai satu-satunya solusi yang benar karena Islam berasal dari Sang Maha Benar, maka kebenaran aturannya pun terjamin. Hanya Islam-lah agama sekaligus ideologi atau pandangan hidup yang memiliki aturan dalam setiap aspek kehidupan.

Termasuk aturan dalam sistem pemerintahan yang menjadikan kehidupan manusia sejahtera. Di samping itu, umat akan diberikan pendidikan akidah dan syariah. Sehingga setiap individu akan memiliki rasa takut untuk berbuat maksiat. Kemudian masyarakat akan memiliki sifat saling mengingatkan agar tidak terjadi kemaksiatan masal. Sehingga suasana keimanan akan selalu terjaga.

Apalagi Islam memiliki sistem sanksi yang bersifat mencegah dan menjerakan. Sehingga apapun kasus kemaksiatan yang terjadi dapat diminimalisir. Dan penguasa mampu berdiri mandiri tanpa takut adanya intervensi oligarki karena adanya sistem Baitulmal.

Allah Swt. berfirman : “ Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. Al-A’raf:96)

 Wallahu’alam bishshowwab.

[if/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis