Peneliti Sejahtera di Bawah Naungan Islam (Studi Kasus pada Pembubaran Lembaga Ejikman)

Oleh: Ummu Jemima

 

Lensa Media News – Ditengah masifnya proyek vaksin merah putih, tiba-tiba pemerintah secara sepihak membuat kebijakan meleburkan eijkman, dan mengendalikannya masuk menjadi BRIN, pemerintah berdalih bahwa peleburan ini sebagai sebuah pembentukan riset raksasa yang membawahi semua riset.

Pemerintah berharap bahwa setiap teknis riset dikelola negara. Namun kenyataan ini justru malah menghambat kinerja sistem yang sudah terbangun sebelumnya, apalagi di tengah pandemi seperti ini banyak riset yang tengah dijalankan lembaga Eijkman menjadi terbengkalai, apalagi dari skema kepegawaian yang telah merugikan para peneliti, yaitu dipecatnya para peneliti non ASN yang sebelumnya telah berkarya dan mengabdi di lembaga Biologi molekuler Eijkman.

Walaupun pemerintah memberikan skema perekrutan kembali bagi mereka yang telah dipecat, namun dengan prosedur yang panjang.

 

Kebijakan Setangah Hati

Tentu kebijakan peleburan ini tidak tepat, karena negara telah memecat para peneliti yang sebenarnya, mereka secara kapabilitas telah teruji ahli dalam bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran yang saat ini kehadiran mereka seharusnya mendapat dukungan penuh dari negara baik proyek dan pendanaan finansial, apalagi saat pandemi kehadiran mereka adalah garda terdepan setelah tenaga medis. Tentu dengan kebijakan ini setengah hati akan berdampak luas kepada masyarakat yang saat ini membutuhkan peran negara dalam menjamin keselamatan, namun negara abai memberikan peran strategisnya.

 

Peneliti Sejahtera di bawah Naungan Islam

Tidak dipungkiri sebenarnya Islam telah jauh berkembang memecahkan polemik terkait ilmu pengetahuan beserta turunannya. Islam sangat menghargai peran ilmuan/peneliti karena dalam akidah islam memahami bahwa sebaik-baiknya manusia diantara mu adalah yang paling banyak bermanfaat bagi orang. Hal inilah yang mendorong individu yang bertakwa melakukan amal salih. Tak heran Islam mampu melahirkan para ilmuan yang luar biasa yang memberikan kontribusi dalam sejarah peradaban dunia, dengan ketawadhuannya nama mereka dikenang dunia hingga detik ini, contoh kecilnya adalah Al Khawarizmi bapak matematika, geografi, dan astronomi dunia. Di sisi lain adalah kebijakan Islam dalam menghargai setiap peneliti, guru, ulama, dan para mujtahid, Islam memberikan kesejahteraan seperti pada masa khilafah Umar bin Khattab gaji guru/peneliti setara dengan 15 dinar, apabila dikalkulasikan setara dengan 51 juta. Kebijakan strategis daulah Islam akan senantiasa berorientasi pada kesejahteraan umat hal ini tercermin pada masa kekhilafahan Turki Ustmani pada saat terjadi wabah negara telah memberikan ruang bagi para peneliti untuk memberikan kontribusi yaitu adanya penemuan vaksin pada abad ke 19. Bahkan pada saat itu khilafah memberikan penghargaan/nobel bagi para peneliti yang telah memberikan sumbangsihnya, bahkan sistem yang mapan pada masa itu islam dengan efektif mampu menekan wabah adanya sistem karantina yang menyeluruh bagi setiap orang yang masuk ke wilayah kekuasaannya, baik jalur laut maupun darat, adanya pemisahan, sistem rumah sakit pun tak luput dari perhatian seperti memisahkan pasien yang mempunyai penyakit menular. Kegemilangan ini adalah bukti nyata bahwa islam telah memberikan tempat yang nyaman bagi para peneliti untuk menuangkan ide, gagasan mengembangkan ilmu dan kemampuannya.

Wallahu’alam.

[el/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis