Defisit Batu Bara di Tengah Kelimpahan Sumber Energi, Apa yang Salah ?

Oleh: Nurhikmah

(Tim Pena Ideologis Maros)

 

Lensa Media News – Di tengah problem pandemi Covid-19 yang tak kunjung terselesaikan dengan tuntas, kini Indonesia kembali dihadapkan pada persoalan baru yakni diambang krisis energi, setelah pasokan batu bara untuk kelistrikan umum mengalami defisit.

Dikabarkan, defisit batu bara tersebut disebabkan oleh ketidakpatuhan perusahaan-perusahaan dalam memenuhi ketentuan wajib pasok dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR), melalui Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa disebutkan bahwa faktor fundamental krisis batu bara yang terjadi di PLN adalah karena ketidakefektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produsen. (Okezone.com, 4/1/2022)

Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemudian mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor batubara bagi perusahaan batubara, yang terhitung berlaku sejak tanggal 1 Januari hingga 31 Januari 2022. (Suara.com, 5/1/2022)

Pada dasarnya, energi listrik memang telah menjadi salah satu kebutuhan vital setiap manusia pada hari ini. Sehingga, menjadi problem besar jika krisis batu bara ini tak dapat dituntaskan dengan segera.

Jika melihat kekayaan energi yang dimiliki Indonesia. Harusnya krisis energi menjadi hal yang tidak mungkin terjadi. Namun, realitasnya justru berbeda. Tak heran jika Dahlan Iskan, eks menteri BUMN di era Presiden SBY sampai mengklaim krisis energi yang terjadi di Indonesia merupakan situasi yang memalukan. Sebab, RI sebagai negeri kaya energi, tetapi terancam kekurangan stok energi. (CNN Indonesia, 10/1/2022)

 

Kapitalisme Biangnya

Tak bisa dipungkiri, sejak awal pengelolaan tambang batu bara memang telah distandarkan pada sistem ekonomi kapitalis. Konsep pemisahan agama serta tolak ukur materialisme yang menjadi asas dari kapitalisme, meniscayakan korporasi swasta dapat menguasai sumber energi dan tambang negara dengan leluasa. Alhasil, rakyat tak dapat merasakan manfaat besar dari kekayaan alam yang dimiliki oleh negerinya.

Lebih dari itu, rakyat justru mendapat imbas biaya listrik yang mahal di tengah kelimpahan sumber energi yang memadai. Sebab, sejatinya tujuan dari para korporasi swasta memang sebatas mengejar keuntungan sebesar-besarnya tanpa menimbang kemaslahatan rakyat.

Negara yang harusnya bertanggung jawab untuk mengelola aset tersebut yang kemudian hasilnya diperuntukkan untuk menjamin kemaslahatan rakyat pun justru malah menjadi regulator dan satpam bagi para korporasi. Dalih penggunaan tenaga kerja asing akan lebih profesional hanyalah omong kosong belaka. Sebab nyatanya negara juga memiliki banyak Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, yang jika diberdayakan dengan maksimal akan melahirkan para tenaga kerja yang lebih ahli dan profesional dibanding tenaga kerja asing.

 

Islam adalah Solusi

Berbeda jauh dengan kapitalisme yang membuka peluang bagi para korporasi menguasai kekayaan negara, Islam justru telah menetapkan bahwa sumber energi dan tambang yang melimpah tidak boleh diprivatisasi oleh individu atau diserahkan pengelolaannya kepada pihak asing. Sebab, yang berkewajiban untuk mengelolanya secara mandiri adalah negara itu sendiri.

Dalam sistem ekonomi Islam, dikenal tiga konsep kepemilikan, yakni kepemilikan individu, negara, dan umum. Adapun sumber energi dan tambang seperti batu bara termasuk dalam konsep kepemilikan umum yang peruntukkannya dapat dirasakan secara umum oleh rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Seseorang berserikat dalam tiga perkara yaitu air, api, dan padang rumput” (HR. Abu Dawud).

Dengan penerapan konsep ekonomi seperti ini, tentu segala intervensi asing terhadap kekayaan alam negara dapat dilenyapkan. Sebab, kalaupun ada individu atau perusahaan yang terlibat dalam pencarian, produksi, atau distribusi aset tersebut. Mereka akan dibayar sesuai dengan kerjanya. Hal ini biasa diistilahkan dengan Service Contract. Bukan dengan konsep bagi hasil apalagi menyerahkan pengelolaannya secara penuh kepada para korporasi.

Di samping itu, hal ini juga akan didukung dengan sistem sanksi yang tegas di dalam Islam yang dapat menutup setiap cela masuknya intervensi asing untuk menguasai kaum muslim melalui penguasaan terhadap kekayaan alamnya.

Allah SWT. juga telah memperingatkan melalui firmannya bahwa: “sekali-kali Allah tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. an-Nisa: 141)

Sehingga jelas, jika Islam dapat diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam sistem kepemimpinan bernegara. Maka, tentu ketersediaan sumber energi tidak akan menjadi defisit. Sebab, penguasaan para korporasi dalam pengelolaan sumber energi dan tambang negara dapat dihapuskan.

Wallahu’alam bisshawab

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis