Prostitusi, Diharamkan atau “Dipajakin”?

 

Jika respon Dedy Corbuzier terbahak mendengar jawaban Menkeu Sri Mulyani ketika ditanya soal prostitusi online, dan jawaban Sri adalah mempertanyakan apakah artis tersebut membayar pajak, dalam sebuah acara Podcast miliknya, justru dahi penulis mengernyit heran, mempertanyakan mengapa jawaban yang keluar dari Bu Sri justru tentang bayar pajak atau tidak.

Apakah sudah sedemikian dalam paham sekularisme mencengkeram negeri mayoritas penduduknya Muslim ini, terlebih para pemangku kebijakannya? Halal dan haram tak lagi jadi acuan. Tata nilai masyarakat yang seharusnya berlandaskan kepada Islam, telah berganti pada nilai-nilai materialisme. Uang di atas segalanya.

Akibatnya berbagai kerusakan yang dilarang oleh Allah Swt., termasuk salah satunya prostitusi seolah menjadi boleh asalkan membayar pajak. Padahal begitu sangat jelas Allah dan RasulNya mengharamkan perzinaan, salah satunya dalam QS. Al-Isra: 32, An Nur: 2-3, Al Furqon: 68-70.

Padahal Nabi Muhammad saw. bersabda, dari Anas bin Malik, beliau mengatakan pada Qotadah, “Sungguh aku akan memberitahukan pada kalian suatu hadits yang tidak pernah kalian dengar dari orang-orang sesudahku.”

Kemudian Annas mengatakan, “Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah: sedikitnya ilmu dan tersebarnya kebodohan, merebaknya perzinaan, wanita akan semakin banyak dan pria akan semakin sedikit, sampai-sampai salah seorang pria bisa mengurus (menikahi) 50 wanita (karena kejahilan orang itu terhadap ilmu agama).”

Dari sini jelas bahwa dalam Islam, prostitusi hukumnya haram, baik membayar pajak atau tidak. Selain haram, prostitusi nyatanya hanya mengakibatkan kerusakan yang meluas di tengah masyarakat.

Sungguh sekularisme harus segera kita buang pada tempatnya, karena sistem ini menjerumuskan manusia kepada kerusakan di dunia dan akhirat. Sudah saatnya umat Islam kembali kepada Syariat Islam yang akan menghantarkan mereka kepada kemuliaan di dunia dan akhirat. [Hw, LM]

Agu Dian Sofiyani

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis