Kasus Madani, Antapani; Opini yang Keliru, Lahirkan Pemahaman Ambigu

Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)

Gegernya pengurus pesantren yang dikabarkan berbuat tak senonoh kepada para santriwatinya, terus “digoreng” ke permukaan publik. Hingga akhirnya Kementerian Agama mencabut izin beroperasinya pesantren Madani Boarding School, yang berlokasi di Antapani Bandung, ini (detiknews.com, 10/12/2021).

Publik pun mengecam perbuatan ustadz tersebut. Hingga mengaitkannya dengan ajaran (syariat) Islam. Akhirnya timbul upaya monsterisasi, atau aktivitas menakut-nakuti publik yang mengatasnamakan pesantren atau ajaran Islam sebagai media radikalisasi umat yang dapat menggoyang ketenangan dalam masyarakat.

Akibatnya, terbentuklah opini bahwa lembaga pendidikan yang mengatasnamakan agama (baca: Islam) sebagai lembaga yang “tak aman” bagi keberlangsungan pendidikan umat.

Opini yang demikian adalah opini yang keliru. Sebagai umat yang cerdas, tentu kita tak boleh memandang sebelah mata terhadap suatu kasus. Setiap fakta harus ditelaah dengan mendalam, cerdas dan sesuai standar syariat Islam.

Syariat Islam merupakan aturan yang dijamin shahih, karena diturunkan oleh Sang Pencipta, Allah Swt. Dan dijamin sempurna dalam pengaturan kehidupan. Berbeda dengan makhluk. Seorang ustadz adalah makhluk. Makhluk tak boleh dijadikan standar dalam kehidupan. Dan tentu akan berakibat pada cacat hasil.

Inilah yang dikaitkan dalam masalah yang kini tengah ramai dibicarakan. Tak bisa dibandingkan antara syariat Islam dan perilaku seorang ustadz. Ustadz yang menyimpang dari syariat Islam, tentu harus dihukum sesuai syariat. Sesuai firman Allah SWT, dalam Al Qur’an, yang artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur 24: Ayat 2)

Namun apa daya, aturan Islam tak bisa diterapkan dalam sistem sekuler, yang kini masih kita pijak. Sistem sekuler, sistem yang memisahkan aturan kehidupan dari aturan agama, memandulkan peran syariat Islam dalam pengaturan kehidupan. Solusi yang disajikan hanya solusi “pereda”. Bukan sebenar-benar solusi, yang dapat menyelesaikan masalah.

Secara kasat mata, pencabutan izin pesantren yang terkait dalam kasus ini, bukan solusi yang solutif. Masih banyak oknum-oknum tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan syariat untuk melampiaskan nafsu bejat. Salah asuh negara dalam pengaturan hajat umat, menjadi awal terbukanya pintu maksiat.

Tentu kita semua ingin segera menuntaskan segala masalah tanpa melahirkan masalah yang lain. Dan ini hanya dapat diwujudkan jika syariat Islam ditegakkan. Diterapkan sempurna dalam kehidupan, termasuk dalam pengurusan aturan negara. Agar umat pun menjadi aman dan sejahtera. Dalam wadah Khilafah manhaj An Nubuwwah, sesuai teladan Rasulullah Saw. Wallahu a’lam bisshowwab.

 

[el]

Please follow and like us:

Tentang Penulis