Utang Membengkak Kemiskinan Merangkak Naik

Oleh: Fatimah Ummu Aqilah

(Aktivis Muslimah Batam)

 

Lensa Media News – Utang adalah satu kata yang menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang. Bagaimanapun juga, sebagian besar orang tidak akan tenang menjalani kehidupan selama mereka dililit oleh utang. Mereka akan dibayang-bayangi kedatangan debtcolector yang datang secara tiba-tiba. Mengambil aset berharga jika tidak mampu untuk melunasinya.

Dikutip dari laman resmi katadata.co.id tanggal 15/11/2021, utang luar negeri Indonesia hingga akhir kuartal ketiga tahun ini mencapai US$ 423,1 miliar atau sekitar Rp 6.008 triliun, naik 3,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah angka yang sangat fantastis untuk ukuran sebuah negara berkembang.

Namun demikian, menurut Direktur Dewan Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono bahwa dari sisi resiko refinancing, posisi ULN pemerintah aman karena hampir semua tenor ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa pasar 99,9% dari total ULN pemerintah. Demikian dijelaskan dalam keterangan resmi Senin, 15/11/2021.

 

Alarm Berbahaya Bagi Kedaulatan Bangsa

Tembusnya jumlah utang pemerintah sebesar Rp 6000 triliun, tentu saja tidak bisa dianggap sepele. Meskipun pengelolaan utang baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri dilakukan dengan hati-hati, kredibel, dan akuntabel hal ini merupakan alarm berbahaya. Terutama bagi fundamental ekonomi (berbasis utang) dan bagi kesehatan finansial negara tersebut.

Sudah jamak diketahui, utang berpengaruh besar terhadap kedaulatan negara tersebut. Sebab, masing-masing dari lembaga donor akan mensyaratkan sejumlah kebijakan yang harus diambil oleh debitur. No free lunch. Tidak ada makan siang gratis. Demikian sebuah peribahasa diungkapkan. Mulai dari UU yang dikeluarkan, kebijakan yang diambil dan lain sebagainya tentu saja berada dibawah pengawasan negara pemberi utang. Sesuai dengan MoU yang disepakati sebelumnya.

 

Utang dan Jebakan Penjajah

Pasca runtuhnya kekuasaan kaum muslimin dalam naungan kekhilafahan di Turki Usmani 3 Maret 1924 lalu, upaya penjajahan terhadap kaum muslimin masih terus dilakukan hingga detik ini. Namun penjajah Barat tidak lagi menggunakan kekuatan fisik dan senjata sebagai alat untuk menjajah kaum muslimin. Mereka melakukan penjajahan dalam bentuk baru. Salah satunya yakni lewat penjajahan ekonomi.

Hari ini kita dapat rasakan bersama, Indonesia dengan segala limpahan kekayaannya baik di daratan maupun lautan tidak dapat menikmati kekayaan SDA yang berlimpah ruah tersebut. Angka kemiskinan penduduk Indonesia hingga kuartal I 2021 berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) adalah 27,54 juta penduduk. Merdeka.com (15 juli 2021). Tentu saja angka ini jauh lebih kecil dibandingkan kenyataan sebenarnya. Karena berdasarkan fakta di lapangan, tidak sedikit penduduk Indonesia yang memiliki pendapatan dibawah Rp472.525 per kapita per bulan sebagai indikator penduduk terkategori miskin menurut BPS.

 

Bebas Utang dengan Sistem Ekonomi Islam

Dalam Islam, segala jenis dan bentuk SDA baik yang ada di darat maupun di lautan akan dikelola oleh negara. Bukan oleh individu swasta apalagi kepada asing. Barang tambang seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, emas dan sebagainya dikelola langsung oleh negara yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai fasilitas. Negara bertindak sebagai pengelola bukan sebagai pemilik. Karena pemilik SDA adalah kaum muslimin secara keseluruhan. Rasulullah Saw bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal. Air, padang gembala, dan api”.

Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya yang berjudul Nidzomul Iqtishodi fil Islam (Sistem Ekonomi dalam Islam) menjelaskan bahwa sumber pemasukan tetap Baitul Mal atau APBN adalah fai’, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah dan hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya; pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang serta harta zakat. Hanya saja harta zakat diletakkan pada pos khusus yang peruntukannya sudah ditetapkan oleh Syara’ yakni hanya kepada delapan ashnaf saja.

Pemasukan negara dari pengelolaan SDA dan pos-pos pemasukan lainnya tentu saja akan lebih dari cukup untuk memenuhi segala kebutuhan warga negara Daulah Islam. Apalagi pengelolaan tersebut dilakukan oleh para pemimpin yang amanah dan sanksi yang tegas akan diberikan kepada para penguasa yang menyelewengkan harta negara sehingga celah untuk melakukan tindakan korupsi sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis saat ini akan semakin kecil.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim yang meyakini bahwa hanya Islamlah satu-satunya pemecahan permasalahan bangsa ini, untuk segera kembali kepada syari’at Islam yang diturunkan oleh Allah SWT. Untuk itu, mengambil Islam sebagai jalan hidup bagi bangsa dan negara adalah harga mati seraya meninggalkan sistem kufur kapitalisme yang menyengsarakan manusia.

Wallahu a’llam bishoshowwab.

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis