Benarkah Tes PCR Bagi Penerbangan Demi Alasan Kesehatan?
Berkurangnya kasus Covid-19 di Indonesia, memberi lampu hijau bagi dunia maskapai penerbangan tanah air. Pemerintah memberikan sinyal akan mengizinkan maskapai mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh atau 100 persen.
Hal ini sejalan dengan pemberlakuan syarat tes Polymerase Chain Reaction (PCR) bagi penumpang pesawat. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Kemenhub Nomor 88 Tahun 2021. Salah satu ketentuan di dalamnya mengenai syarat wajib tes PCR bagi penumpang pesawat. (kompas.com, 24/10/21).
Pemberlakuan wajibnya PCR bagi pelaku perjalanan menggunakan pesawat udara menuai banyak sorotan. Publik menilai aturan tersebut sebagai kebijakan diskriminatif yang semakin memberatkan serta menyulitkan masyarakat. Baik secara biaya maupun teknis.
Usai menjadi sorotan publik dalam beberapa hari terakhir, pemerintah menurunkan tarif tes PCR. Harga tarif real time PCR untuk Jawa-Bali menjadi Rp275 ribu sementara untuk luar Jawa-Bali sebesar Rp300 ribu. Meski demikian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tidak ada subsidi yang diberikan dalam penurunan tarif tes tersebut. ( kompas.com, 27/10/2021)
Pertimbangan tes PCR jelas bukan standar kesehatan, karena jika alasan kesehatan harusnya berlaku untuk semua moda transportasi lainnya. Bukankah esensi setiap kendaraan sama? Tentu saja, semua demi keuntungan maskapai dan penyediaan jasa PCR. Kebijakan ini jelas tidak berpihak pada rakyat. Inilah realitas kehidupan dalam sistem kapitalis yang lebih memikirkan keuntungan semata, dibandingkan keselamatan rakyat.
Gambaran pelayanan kesehatan dalam sistem kapitalisme berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara akan memberikan tes secara gratis kepada rakyat. Hal ini sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Neng Rani SN
[hw/LM]