Kontroversi tes PCR sebagai syarat perjalanan saat ini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, baru-baru ini ada sebuah akun membongkar jumlah keuntungan alias cuan di balik bisnis tes PCR Covid-19 yang disebut-sebut hingga menyentuh nominal 50 triliun rupiah ( pikiran Rakyat, 2/11/2021).

Meski sudah dikoreksi hanya antigen, masyarakat menduga ada bisnis di balik PCR, ada uang di balik PCR. Terlebih konon katanya, terdapat sejumlah nama para petinggi negeri yang terafiliasi dalam bisnis kesehatan tersebut. Ketua Jokowi Mania (JoMan), Imanuel Ebenezer turut berkomentar. Ia mendorong nama menteri yang diduga terlibat untuk mundur dari kabinet pemerintahan (suara.com, 1/11/2021).

Jika ditilik lebih dalam, kisruh soal tes PCR sebenarnya tidak mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas sejak awal. Terlihat dari tarif pemeriksaan PCR yang terus mengalami perubahan sampai empat kali. Hendaknya, penurunan harga dilakukan ketika gelombang kedua melanda, sehingga warga tidak kesulitan mendapatkan hak atas kesehatannya. Pemerintah seyogianya, menggunakan prinsip kedaruratan kesehatan masyarakat. Bukan mengakomodir kepentingan kelompok bisnis tertentu.

Padahal, berdasarkan anggaran penanganan pandemi Covid-19 sektor kesehatan tahun 2020, diketahui bahwa realisasi penggunaan anggaran untuk bidang kesehatan hanya 63,6 persen dari Rp 99,5 triliun. Kondisi keuangan tahun ini pun demikian. Per 15 Oktober diketahui bahwa dari Rp193,9 triliun alokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk sektor kesehatan, baru terserap 53,9 persen. Sungguh, pemerintah masih memiliki sumber daya untuk memberikan akses layanan pemeriksaan PCR secara gratis kepada masyarakat jika mau.

Kini rakyat tentu mendambakan hadirnya negara yang memberikan pelayanan tes secara gratis kepada rakyat sebagai bagian dari kewajiban pengurusan atas rakyatnya. Sebagaimana, Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus, ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR.Muslim). Sebab, setiap nyawa begitu berharga.

Wallahu a’lam bisshowwab.

Teti Ummu Alif,

(Kendari, Sulawesi Tenggara) 

[hw/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis