Pandora Papers, Bukti Gagalnya Konsep Bernegara?

Oleh: Yulweri Vovi Safitria

 

Lensa Media News – Dunia kembali dapat kejutan dengan bocornya dokumen Pandora Papers yang dirilis International Consortium of Investigative Journalis, yang mengungkap skema penghindaran pajak yang dilakukan orang kaya global dan diduga merugikan negara-negara asal. Dari data yang dirilis International Consortium of Investigative Journalis, yang melibatkan lebih dari 400 jurnalis dari 100 media di 80 negara, berhasil dibongkar lebih dari 100 nama miliuner dunia dari 29 ribu akun offshore, 300 pejabat publik, dan 30 pemimpin dunia yang kedapatan menghindar dari kewajiban membayar pajak. (tirto.id, 12/10/2021)

Dan lebih mengejutkan, dua nama pejabat publik Indonesia masuk dalam laporan Pandora Papers, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan dan Airlangga Hartarto yang merupakan Menko Perekonomian yang juga menjabat sebagai ketua Partai Golkar. Dimana Pandora Papers mengungkap kepemilikan aset dan perusahaan cangkang di negara bebas pajak yang disebut-sebut milik Luhut. Sedangkan Airlangga Hartarto disebut memiliki Buckley Development Corporation dan Smart Property Holding Limited. Airlangga disebut juga mendirikan perusahaan itu untuk sarana investasi dan mengurus asuransi.

 

Aset ‘Berharga’ Orang Kaya

Bocornya data Pandora Papers bukanlah yang pertama. Tahun 2016 lalu ICIJ juga berhasil mengungkap dokumen Panama Papers, yang juga membocorkan data-data bagaimana upaya orang-orang kaya dan berpengaruh menyembunyikan aset mereka di negara bebas pajak. Dokumen ini seakan menampakkan potret keserakahan manusia yang tidak ingin berbagi dengan orang lain.

 

Akar Masalah

Pandora Papers adalah potret gagalnya konsep bernegara hari ini. Hal ini disampaikan oleh pakar ekonomi Islam, Nida Sa’adah, S.E., Ak., M.E.I., pada acara live discussion pada Jumat lalu. Ia juga menyampaikan bahwa dokumen Pandora Papers menjadi bukti bahwa negara gagal menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Sementara sukses menciptakan kesenjangan sosial di tengah masyarakat dengan adanya orang kaya yang makin kaya dan miskin semakin melarat.

Tidak hanya konsep bernegara yang lemah, tetapi juga regulasi ekonominya telah rusak. Konsep kebebasan hak milik yang diadopsi di sistem kapitalis sekuler menjadi biang masalah. Di mana seseorang bebas memiliki laut, pulau, lahan tambang, yang seharusnya dikelola negara untuk kemakmuran rakyat justru beralih menjadi milik pribadi. Pun, tidak adanya larangan bagi penguasa untuk berbisnis menjadi sebuah tren, di mana seorang pengusaha sekaligus jadi penguasa.

Tidak bisa dipungkiri, besarnya modal untuk menduduki tampuk kekuasaan, menjadi jalan untuk meraup keuntungan setelah berkuasa. Alhasil, lahirlah orang-orang pelit dan enggan untuk berbagi. Tidak hanya itu, bentuk negara sekuler juga memuluskan para pelaku korupsi, sehingga pemerataan dan pendistribusian harta kekayaan tidak merata di semua lapisan masyarakat.

 

Islam Solusi Terbaik

Dengan melihat fakta yang terjadi, maka sebenarnya sistem hari ini butuh solusi untuk menyelesaikan karut marut yang disebabkan oleh sistem kapitalis sekuler. Diantaranya adalah format negara yang kokoh dan memposisikan penguasa sebagai pelayan umat dan menutup celah penguasa untuk menumpuk harta.

Dalam Islam, pemimpin dilarang untuk berbisnis. Apalagi bisnis yang dibangun di atas penderitaan rakyat. Seorang pemimpin hanya fokus untuk melayani umat, tanpa berpikir untuk memperkaya diri, sebab seorang pemimpin, ketika diberi amanah maka akan ada hisab terkait apa yang dipimpinnya, terhadap diri juga rakyatnya.

Oleh sebab itu butuh regulasi ekonomi syariah yang bersumber dari wahyu Allah Ta’ala. Melarang riba, maysir (judi), gharar (tidak jelas) dalam sebuah praktik bisnis. Artinya bisnis yang dijalankan harus jelas. Dan yang tidak kalah pentingnya pendapatan utama sebuah negara adalah bukan dari pajak dan utang, sebagaimana pendapatan negara pada sistem kapitalis sekuler.

Islam juga melarang mengambil harta milik umum, seperti menguasai aset sumber daya alam yang melimpah. Sedangkan bentuk badan usaha dalam Islam adalah dengan sistem syirkah, yang mana sistem ini akan menutup celah terjadinya kejahatan ekonomi. Dan semua regulasi Islam tersebut bersumber dari wahyu Allah yang tertuang di dalam Al Qur’an dan hadits. Jadi sudah pasti mensejahterakan rakyat secara merata baik muslim maupun kafir.

Oleh sebab itu, regulasi ini tidak sekadar dipelajari namun diterapkan, sebagaimana perintah Allah agar menerapkan Islam secara kaffah agar selamat di dunia juga di akhirat dan dengan mengabaikannya, akan membuat sengsara di dunia dan celaka di akhirat.

Wallahu’alam biss shawab

 

[el/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis