Sekularisme Suburkan Pinjaman Online (Pinjol)
Oleh : Ummu Khielba
(Pejuang Pena Dakwah)
Lensa Media News – Perkara pinjaman online (pinjol) legal dan ilegal bukan jaminan penuntasan masalah kebutuhan ekonomi rakyat yang makin menghimpit, apalagi pinjol dengan sistem ribawi saat ini. Bukannya jadi solusi malah jadi malapetaka, depresi, stres, hilangnya nyawa dan ketagihan berujung nestapa.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate akan melakukan moratorium atau menghentikan sementara penerbitan izin bagi penyelenggara sistem elektronik atas pinjaman online (pinjol). “Kemkominfo pun juga akan melakukan moratorium penerbitan penyelenggara sistem elektronik untuk pinjaman online yang baru,” Bisnis.com kata Johnny dikutip dari YouTubeSetpres, Jumat (15/10/2021).
Bayaran fantastis mengiming-imingi masyarakat untuk bekerja sebagai karyawan online (pinjol) ilegal, yakni Rp15—20 juta per bulan untuk tiap karyawan. Penyedia dananya ternyata warga negara asing (WNA). Demikian info berita tribunnews.com (15/10/2021) bertajuk “Karyawan Pinjol Ilegal Peneror Ibu di Wonogiri Hingga Akhiri Hidup Digaji Rp20 Juta per Bulan” yang sempat membuat masyarakat mengelus dada.
Pemerintah tampak hanya fokus pada soal perputaran uang yang dijadikan ukuran pertumbuhan ekonomi. Sementara batasan legal dan ilegal hanya berdasar pada aspek tata kelola dan kemanfaatan, bukan halal haram. Pemerintah bahkan tampak tak peduli bahwa sejatinya pinjol legal dan ilegal keduanya sama-sama haram. Karena meski tersemat label “legal”, transaksi pinjol hakikatnya adalah praktik ribawi yang dosanya amat besar.
Allah Swt berfirman dan menegaskan haramnya riba dalam surah Al-Baqarah: 275, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Dalam hadits dikabarkan bahwa, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Solusi parsial dalam sistem yang memisahkan agama dari kehidupan (sekularisme) ini menyebabkan akar masalah dari berjamurnya pinjol yang belum terselesaikan secara tuntas bahkan tumbuh subur, apa itu? yaitu masalah kesejahteraan akibat kehidupan ekonomi yang serba kapitalistik.
Perekonomian yang mengundang praktik-praktik riba tidak akan menjadikan negeri ini berkah, malah menambah masalah yang tak ada habisnya. Oleh karena itu, penting sekali peran negara yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Hal ini tidak akan mungkin terwujud selama legal dan ilegal disandarkan pada kepentingan semata dan asas manfaat disandarkan pada undang-undang buatan manusia.
Mewujudkan masyarakat bersih dari riba tidak cukup dengan gerakan individu atau kelompok. Butuh peran sentral negara dalam menjauhi riba dengan segala bentuknya. Peran negara yang mampu mewujudkan praktek ribawi hanya negara yang bebas ribawi. Hanya syariat Islam yang mampu melepaskan jerat ribawi dan memberikan solusi hakiki dalam permasalahan ekonomi rakyat. Sudah terbukti secara fakta bisa menguasai 2/3 bagian dunia dan mampu menjadi negara mandiri.
Dalam Islam, jika masyarakat membutuhkan dana untuk kegiatan produktif, akan ada baitul mal yang memiliki pos kepemilikan daulah untuk memberikan pinjaman tanpa riba. Bahkan, sangat mungkin baitul mal memberikan (iqtha’) dana tanpa menuntut pengembalian dari masyarakat. Pada sisi yang lain, kebutuhan warga negara fakir miskin akan terpenuhi dari pos zakat dan pemasukan lainnya. Untuk kebutuhan dana pendidikan, kesehatan, keamanan, negara langsung memenuhinya dengan menyediakan sarana dan prasarana terbaik dan gratis.
Masih mau berharap pada sistem sekulerisme kapitalistik yang tercekik dengan utang ribawi?
Bukannya solutif malah makin konsumtif, rakyat pun jadi korban sistem yang tidak selektif bahkan penuh manipulatif.
Wallaahua’lam
[LM]