Oligarki Versus Korporasi di Blok Wabu

Oleh : Ummu Khielba

(Pejuang Pena Dakwah) 

Lensa Media News – Indonesia adalah negeri kaya SDA, tetapi rakyatnya belum sejahtera. Lalu ke manakah larinya kekayaan negeri ini? Kisah Freeport hanya terlihat kilauannya, sekarang giliran Blok Wabu, akan juga tampak kilaunya saja? Kekayaan melimpah ruah milik pencipta alam semesta hanya dikuasai dan dinikmati segelintir orang dan rakyat yang katanya nyinyir padahal fakta tanpa hasil pula.

Aktivis HAM Haris Azhar mengungkap potensi tambang emas Blok Wabu tiga kali lebih banyak dibandingkan potensi Freeport. “Dari kajian geologi, memang Blok Wabu ini diyakini tiga kali jumlahnya lebih banyak daripada potensi Freeport. Bukan hasilnya Freeport hari ini, tetapi potensinya,” tuturnya dalam acara Live Fokus: Berebut Gunung Emas di Blok Wabu, Papua, Ahad (10/10/2021) di kanal YouTube UIY Official.

“Blok Wabu merupakan satu urat emas, bahasa geologinya, punya kaitan panjang sampai Papua Nugini. Salah satu titik yang paling kaya ada di Kabupaten Intan Jaya, di mana terdapat Blok Wabu ini. Berdasarkan kajian geologinya, blok ini diyakini jumlahnya tiga kali lebih banyak daripada potensi Freeport, bukan hasil Freeport, hari ini. Potensi yang diberikan melalui konsesi ke Freeport itu belum semuanya diolah,” jelasnya.

Sementara itu, setiap satu ton material bijih mengandung logam emas sebesar 2,16 gram. Nilainya jauh lebih besar dibanding kandungan logam emas material bijih Grasberg milik Freeport yang hanya mengandung 0,8 gram emas. (Tempo, 24/9/2021).

“Dan kekayaannya itu, kalau orang gali-gali tanah beberapa meter saja itu sudah terlihat kuning-kuningnya. (Sudah nampak) jejak-jejaknya,” tambahnya.

Aroma kapitalisasi dengan watak dasar kapitalis liberalis lumrah mendominasi penguasaan swasta atas kekayaan alam milik negara. Berkuasanya Freeport selama puluhan tahun mengeksploitasi tambang emas di Papua cukuplah menjadi bukti nyata karya sistem kapitalis saat ini.

Kapitalisasi tambang bermula dari liberalisasi ekonomi di segala lini. Siapa pun dianggap memiliki hak memenangkan tender meski kekayaan alam tersebut terkategori harta milik umum. Terjadilah kongkalikong antara penguasa (oligarki) dan pengusaha (korporasi) atas nama kerja sama atau kontrak karya. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator dengan ketok palu UU dan kebijakan yang lebih memihak kepentingan kapitalis.

Dalam aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian harta milik umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan harta milik umum kepada individu, swasta, ataupun asing.

Pengelolaan kepemilikan umum ini merujuk pada sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah). Rasul saw juga bersabda, “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).

Dalam Islam, tambang yang jumlahnya sangat besar, baik garam maupun selain garam, seperti batu bara, emas, perak, besi, tembaga, timah, minyak bumi, gas, dan sebagainya, semuanya adalah tambang yang terkategori milik umum sebagaimana tercakup dalam pengertian hadis di atas.

Oleh karenanya, pengelolaan tambang emas seperti Freeport dan Blok Wabu tidak seharusnya dilelang atau diperjualbelikan layaknya barang dagangan milik pribadi. Bayangkan bila tambang emas Freeport dan Blok Wabu dikelola berdasarkan pedoman syariat Islam, itu sudah cukup memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya Papua. Bisa pula membayar utang Indonesia yang membengkak.

Itu baru satu gunung emas, belum kekayaan alam lainnya seperti hutan, laut, dan tambang lainnya. Alangkah luar biasanya bila negeri yang disebut sebagai Zamrud Khatulistiwa ini benar-benar mau menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam tata kelola negara Khilafah. Mimpi menjadi negara maju bukan saja ilusi, kesejahteraan rakyat bukan lagi utopi, asalkan negeri ini menerapkan sistem Islam secara menyeluruh.

Pengelolaan tambang yang pas, logis, dan menyejahterakan hanya bisa dilakukan dengan syariat Islam. Sehingga, anugerah Allah Swt. yang sangat besar ini dapat menjadi berkah bagi alam, manusia, dan kehidupan. Bukan menjadi malapetaka yang berujung sengsara.

Wallahu a’lam

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis