Urgensi Junnah untuk Mulianya Kehidupan Ummah

Oleh: Yuke Octavianty

(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)

 

Lensa Media News – Diskriminasi dan penindasan terhadap kaum muslimin tak pernah berhenti menjadi sorotan dunia. Salah satunya, penindasan terhadap muslim Uighur Cina yang tak pernah mereda.

Perlakuan tak manusiawi terlalu sering menimpa kaum muslimin Uighur. Dilansir dari Jpnn.com (18/09/2021), terjadi penghancuran masjid milik muslim Uighur di propinsi Xinjiang, China dan digantikan oleh bangunan hotel mewah yaitu Hotel Hilton.

Tentu tragedi ini memantik amarah aktivis muslim dunia. Salah satunya, aktivis hak-hak sipil muslim di Amerika Serikat. Sekelompok aktivis ini mengkampanyekan pemboikotan Hilton Worldwide. Secara umum, penyebab inti terjadinya diskriminasi yang dialami kaum muslimin di Uighur adalah pemaksaan terhadap kaum muslimin untuk melepaskan identitas muslimnya karena dianggap teroris.

Tak hanya muslim Uighur. Nasib yang sama pun menimpa muslim Rohingya di Myanmar. Perlakuan sadis militer Myanmar yang diduga melakukan genosida (Kompas, 17/09/2020), berupa penyiksaan dan pembunuhan massal kaum muslimin, yang ditujukan untuk memusnahkan muslim Rohingya. Akibatnya sekitar 780.000 muslim Rohingya melarikan ke berbagai negeri, seperti ke India dan Indonesia. Pun demikian dengan nasib kaum muslimin Palestina yang dicabut hak-haknya dengan penuh kekerasan dan kekejaman oleh Israel.

Kekerasan dan diskriminasi tak hanya terjadi pada kaum muslim minoritas. Namun, diskriminasi pun terjadi pada simbol-simbol Islam, seperti hijab, niqab, ataupun identitas aktivitas muslim yaitu jihad, yang diidentikkan sebagai radikalisme dan fanatisme.

Tentu semua tragedi tersebut melahirkan kecaman dunia. Hingga diciptakan berbagai kesepakatan untuk menyelesaikan berbagai diskriminasi. Lantas, bisakah semua kekejaman dan ketidakadilan ini diselesaikan hanya dengan kecaman dan kesepakatan?

Mr. Abdul Rafee, Praktisi Hukum asal Amerika, dalam acara International Muslim Lawyer Conference (IMLC), menyatakan bahwa muslim Rohingya tidak memiliki perlindungan (Muslimahnews.com, 05/10/2021). Sehingga dibutuhkan perlindungan legal bagi mereka. Apalagi keberadaan nasionalisme semakin memperburuk keadaan. Karena nasionalisme inilah terbangun sekat-sekat antar bangsa dan negara. Akibatnya kaum muslimin tak bisa bersatu dan kekuatan kaum muslimin pun menjadi lemah. Karena adanya “ashabiyah“. Yaitu rasa fanatisme luar biasa terhadap suku bangsa tertentu.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Mr. Abdul Hakim Othman, seorang cendekiawan muslim, pembicara IMLC dari Malaysia. Beliau menyatakan bahwa Uighuir butuh perlindungan. Cina adalah negara besar dan memiliki kekuatan ekonomi. Kekuatan militernya yang berpengaruh di dunia internasional juga telah membuatnya mampu menahan isu tentang Uighur.

Tidak ada tindakan nyata dari dunia untuk menyelesaikan kekerasan dan diskriminasi di negara-negara tersebut. Kecaman dan kesepakatan terbukti nihil solusi. Padahal tindak kekerasan tersebut merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia jika ditengok dari kacamata sistem sekuler. Dan tentu tragedi ini melanggar hukum syariat Islam.

Islam sangat memuliakan nyawa seseorang. Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa salam bersabda, yang artinya, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Paham nasionalisme yang kini diadopsi menjadi biang keladi rusaknya perdamaian dunia. Ashabiyah yang telah merasuk kaum muslimin melahirkan dinding pemisah yang tebal antara kaum muslimin di satu negara dan di negara lain. Inilah penyebab utama urgensinya kita membutuhkan perisai untuk melindungi nasib seluruh umat di dunia. Tak hanya pelindung kaum muslimin tetapi juga kaum non muslim.

Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang aturannya sempurna. Sempurna dalam mengatur setiap segi kehidupan manusia. Namun, syarat dan ketentuan berlaku dalam hal ini. Syaratnya, Islam harus diterapkan secara menyeluruh untuk pengaturan semua urusan umat. Tanpa terkecuali. Tanpa memilah-milah. Dengan ketentuan, syariat Islam dalam bingkai Khilafah manhaj An Nubuwwah. Khilafah-lah satu-satunya perisai (junnah) untuk menjaga keselamatan umat. Karena dengan syariah Islam dalam sistem kekhilafahan, paham nasionalisme dapat dileburkan. Hingga tumbuhlah rasa ukhuwah (persaudaraan) kaum muslim dunia untuk menumbangkan diskriminasi dan kekerasan dalam kehidupan kaum muslimin. Adanya kebijakan yang tegas (baca: sesuai syariat Islam) dari penguasa yang amanah, tentu dapat menghancurkan kebiadaban dan ketidakadilan yang terjadi.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis