Khilafah Penjaga Generasi

Oleh: Yuyun Rumiwati

(Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban) 

 

Lensa Media News – Indonesia terkenal dengan “gemah ripah loh jinawi“, “Jamrud khatulistiwa”. Namun, hingga saat ini karunia kekayaan negeri ini belum dirasakan oleh rakyat. Rakyat masih hidup dalam kesusahan. Hak-hak asasi publik seperti pendidikan, kesehatan dan Lainnya belum didapatkan secara mudah. Sebaliknya, harus dipenuhi sendiri dengan kucuran peluh dan darah.

Kesulitan hidup masih harus ditambah dengan kondisi generasi bangsa, yang akan mengemban tongkat estafet negeri ini pun masih hidup dalam bayang-bayang sistem sekuler yang akan merusak masa depannya. Bahkan baru-baru ini viral sebuah video yang di media sosial memperlihatkan tiga anak laki-laki berseragam sekolah dasar (SD) menggunakan styrofoam untuk menyeberang sungai.

Berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan. Terlihat ketiga anak mengayuh styrofoam untuk menuju ke seberang, yaitu tempat mereka bersekolah dI SDN 1 Kuala 12, Kecamatan Tulung Selapan (Kompas.Com, 25/9/2021). Rasa sedih dan bergejolak batin ini. Mereka yang seharusnya diliputi kelapangan dan kefokusan untuk menuntut ilmu. Namun, sarana dan prasarana pendukung tiada mereka dapatkan secara layak. Keceriaan mereka saat menyeberang sungai dalam kotak styrofoam di balik wajah tanpa dosa itu, tentu tidak cukup jika ditanggapi dengan santai karena mereka tetap senang dalam suasana itu.

Ada yang lebih urgen, hak-hak mereka terabaikan oleh pihak yang seharusnya bertanggungjawab, negara. Mencermati kondisi di atas ada beberapa catatan penting, pertama: Kapitalisme Gagal memberikan hak pendidikan bagi generasi. Kapitalisme sebagai satu ideologi dengan ciri khasnya menonjolkan dari sisi materi dan kebebasan. Telah mengantarkan negara’ menjadi pihak pertama yang abai terhadap kewajibannya. Sebab negara hanya sebagai regulator pengatur, bukan periayah (penanggung jawab).

Kapitalisasi dalam bidang pendidikan maupun kesehatan salah satu output sistem bathil ini. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak warga negara dan bisa didapatkan secara gratis. Justru harus biayai sendiri, jika ingin mendapatkan pendidikan yang layak butuh uang banyak. Sekolah yang berlabel negeri, milik pemerintah justru menunjukkan kualitas seadanya, sarana untuk menjangkau sekolahnya pun penuh rintangan. Maka, bisa diprediksi bagaimana kualitas generasi negeri ini . Lebih miris lagi, kurikulum pendidikan yang ada justru diarahkan pada pendidikan yang mencetak generasi buruh (pekerja) bukan pemikir dan pemimpin. Buktinya sekolah berbasis fokasi (SMK) dibuka lebar-lebar. Inilah bentuk penjajahan terselubung oleh negara adidaya kapitalis terhadap negara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia.

Kedua: Khilafah Pencetak Generasi Pemimpin. Islam sebagai agama sempurna dan paripurna telah menyiapkan konsep pendidikan yang shahih, unggul dan terbukti telah berhasil mencetak generasi terbaik di masanya. Islam saat awal perkembangannya sederhana, secara teknologi tidak secanggih sekarang. Namun, sistem Islam telah mampu mencetak generasi sahabat, tabiin dan tabiut tabiin menjadi generasi yang kuat secara iman maupun fisik. Disegani para musuh-musuhnya.

Bertolak belakang dengan kualitas generasi sekarang, yang cenderung membebek pemikiran dan gaya hidup kafir barat. Kehidupannya dihabiskan dengan berleha-leha tanpa arah dan tujuan yang jelas. Peran Khilafah dalam memberikan hak-hak pendidikan pada umat sangat tampak dari tersedianya sekolah-sekolah dan penyiapan para pengajar yang kapabel. Demikian pula pemberian gaji yang layak. Maka tidak heran, saat Imam Syafi’i kecil dengan kondisi yatim pun, masih mampu fokus menuntut ilmu setinggi-tingginya. Kualitas bundanya pun sebagai bukti keberhasilan sistem Islam mencetak para muslimah tangguh untuk putra putrinya.

Tokoh-tokoh ilmuwan yang lahir dari sistem Khilafah pun tidak asing lagi. Ibnu Sina sebagai ahli kedokteran, Al-Khawarizmi, pun sosok negarawan Muhammad al-Fatih, Solehudin Al-ayyubi dan lainnya. Sebuah pertanyaan besar bagi umat Islam saat ini, tidakkah kita merindukan sistem yang terbukti melahirkan generasi ilmuwan ulama’ dan pemimpin yang tangguh? Atau kita masih bersantai dan tidak tergerak keinginan untuk mewujudkannya? Semua berpulang pada umat Islam sebagi subjek perubahan.

Selayaknya kita selalu ingat pesan cinta Allah, “Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Qs. Az-Zumar: 10, Juz 24)

Pesan cinta dari Sang Maha Besar tersebut tentu tidak secara khusus hanya untuk Rasulullah Muhammad, namun juga pada umatnya. Seruan untuk bertakwa, berbuat baik dan bersabar, yang itu akan terlaksana secara maksimal ketika umat Islam mengambil peran dalam perjuangan menuju tegaknya sistem Islam. Hanya dengan ini ketakwaan hakiki terpaksa sempurna.

Wallahu a’lam bi shawab

 

[LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis