Aliran Bansos Terhenti, Pemerintah Abai Saat Pandemi?
Oleh: Selly Nur Amelia
Lensa Media News – Kementrian Sosial (Kemensos) resmi tidak memperpanjang Bantuan Sosial Tunai (BST) Rp 300.000 kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19 terhitung mulai September 2021 ini. Menteri Sosial Tri Rismaharini menjelaskan, sejak awal Kemensos hanya merencanakan program BST selama empat bulan. Yakni, pada Januari hingga April 2021. Tujuan program BST ini adalah untuk membantu masyarakat yang terdampak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dan pada akhirnya program ini pun dilanjutkan hingga Juni 2021 sebab ada PPKM darurat yang mengakibatkan gerak masyarakat masih terbatas. Terkait penyaluran penerima BST, Mensos menyatakan sampai hari ini sudah mencapai 7% dari total 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Belum juga selesai masalah bansos yang penyalurannya lambat dan salah sasaran. Kini pemerintah pun menghentikan penyalurannya dengan dalih kondisi saat ini sudah tidak darurat. Dalam pengeluaran bansos ini pemerintah bersandar pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 25/ 254/ PMK. 05/ 2015 tentang belanja bantuan sosial pada kementrian negara/ lembaga yang isinya adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang, atau jasa yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat miskin atau tidak mampu guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko kecemburuan sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/atau kesejahteraan masyarakat.
Dari sini kita lihat, maka kebijakan bansos Covid-19 sendiri tidak tepat diberlakukan dalam masa pandemi. Sebab, masyarakat yang terdampak kebijakan PSBB atau PPKM bukan hanya masyarakat miskin. Seharusnya dalam masalah penanganan wabah ini, pemerintah menggunakan UU no. 6/ 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk mengatur kebutuhan dasar hidup rakyat, dan makanan hewan ternak. Sehingga siapa saja yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah selama terjadi karantina wilayah.
Namun, faktanya pemerintah (pelaksana negara) dalam sistem kapitalis saat ini dipilih untuk melindungi kepentingan para oligarki kapitalis. Bukan untuk menjalankan fungsi pelayanan terhadap rakyat. Wajar saja jika saat ini kenyataanya pemerintah menghindari kebijakan lockdown (karantina wilayah).
Hal ini tentu semakin menegaskan bahwa paradigma negara dalam mengurusi kemaslahatan rakyat dengan menggunakan sistem kapitalis sekuler sungguh tidak manusiawi. Dalam timbangan ideologi Islam, jika hal ini terjadi maka sungguh merupakan kebijakan yang zalim yang akan berbuah konsekuensi beban dosa bagi para pembuat kebijakannya.
Kapitalisme sudah terbukti menjerumuskan negara pada jurang kegagalan mengatasi pandemi. Sudah hampir 2 tahun pandemi berlangsung di negeri ini tanpa bisa diprediksi kapan berakhir. Kondisi darurat pada hari ini sudah cukup untuk menjadi alasan bagi pemerintah untuk membuang model alokasi anggaran ala kapitalisme dan mengambil konsep yang sudah terbukti kesuksesannya dalam mengatasi masalah ini. Konsep itu lahir dalam Ideologi Islam. Yang mana sudah dibuktikan di masa-masa Islam diterapkan dalam mengatur negara dan pemerintahan, yakni ketika ia tegak memimpin dunia.
Dalam Islam, ada konsep anggaran Baitulmal yang mana di dalamnya terdapat hak pembelanjaan karena ada unsur keterpaksaan berupa peristiwa yang menimpa kaum muslimin. Salah satunya adalah ketika terjadi wabah/ pandemi. Kaidah yang berlaku dalam kondisi ini, hak pembelanjaan anggaran tidak ditentukan berdasarkan adanya harta. Pembelanjaannya adalah hak yang paten. Prinsipnya adalah wajib dikeluarkan oleh negara karena pandemi adalah problem yang terkait erat dengan problem ekonomi rakyat yang terdampak pandemi.
Lalu konsep Islam dalam penanganan pandemi adalah lockdown untuk mencegah penularan yang lebih luas. Mekanismenya adalah memisahkan masyarakat yang sakit dengan masyarakat yang sehat. Dalam keadaan ini masyarakat yang sakit (pasien) tidak dapat bekerja untuk menafkahi keluarganya sehingga tanggung jawab pemenuhan kebutuhan primer keluarganya secara layak menjadi tanggungan negara.
Islam tidak mengenal konsep bansos. Menurut Islam rakyat bukanlah pengemis dan sudah menjadi tanggung jawab negara untuk melayani kemaslahatan rakyatnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sementara itu dalam hal penanganan tanggungan kesehatan, negara wajib menanggung semua biaya tanpa terkecuali. Termasuk semua kebutuhan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Mulai dari biaya tes, tracing, tracking, dan treatment. Termasuk obat-obatan, alat penunjang medis, vaksin beserta risetnya hingga alat- alat penunjang prokes seperti masker, handwash/ hand sanitizer bagi rakyat. Dan terkait kebijakan penyediaan listrik murah bahkan gratis, kuota internet gratis, atau modal usaha mikro
Semua itu bukanlah jenis pembiayaan yang dikeluarkan negara dalam masa pandemi saja. Karena kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah hak rakyat sepanjang waktu, yang mana pelayanannya wajib diberikan oleh negara.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]