Butuh Ketakwaan dalam Penggunaan Media Sosial
Penggunaan media sosial di saat pandemi sangatlah masif. Hal ini dikarenakan terbatasnya aktivitas sosial di masyarakat. Media sosial menjadi jalan agar tetap terhubung satu sama lain. Apalagi untuk kalangan remaja, media sosial menjadi sarana penghubung dengan guru dalam pembelajaran sekolah.
Namun, ada realitas yang butuh kita akui bahwa media sosial bisa menjadi dua sisi. Sisi positif dan sisi negatif. Sebagai sisi positif, media sosial hadir sebagai media konstruktif. Media sosial bisa menjadi sarana pembelajaran atau sarana bersosialisasi.
Sisi negatifnya, sering kali remaja menjadi cemas, mengalami gangguan kesehatan mental dan depresi akibat intensitas penggunaan media sosial yang sering. Apalagi di tengah pandemi. Remaja yang kesepian saat pandemi lebih cenderung menggunakan media sosial untuk mengatasi terbatasnya kontak sosial. Sehingga lebih mudah terpapar konten negatif media sosial.
Apa saja konten negatif yang bisa diakses? Berita hoax, kekerasan fisik, konten yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi. Hal tersebut menyebabkan disinformasi. Tentu saja hal ini butuh mendapatkan perhatian yang penting dari setiap komponen masyarakat. Karena remaja adalah bagian dari generasi bangsa untuk menuju peradaban yang mulia. Apa jadinya jika pemikiran generasi bangsa ini digempur oleh berbagai disinformasi dan malinformasi?
Dibutuhkan ketakwaan individu dalam mengatasi masalah ini. Sehingga berbagai upaya edukasi dilandaskan pada asas yang kuat yaitu keimanan pada Allah Swt. Jika hanya melandaskan pada literasi media tanpa ketakwaan tentu tidak akan sempurna dan menimbulkan banyak kerancuan. Ketakwaan individu ini harus didukung oleh ketakwaan sistem. Regulasi yang dihasilkan dari berbagai subsistem yang ada haruslah mendukung dalam mengatasi berbagai konten negatif. Hal ini hanya bisa terwujud jika sistem pemerintahannya dilandaskan pada akidah Islam dalam bingkai Islam kaffah.
Dien Kamilatunnisa
[hw/LM]