Lunak terhadap Pelaku Pelecehan, Etiskah?

Oleh: Syafa Asyifa

(Aliansi Penulis Rindu Islam)

 

Lensa Media News – Kemunculan seorang artis SJ kembali di industri pertelevisian, menuai pro dan kontra. Pasalnya SJ adalah seorang mantan narapidana akibat kasus pelecehan seksual. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai pengatur penyelenggaraan penyiaran di tanah air, mendapat kritikan pedas dari berbagai kalangan. Tidak sepatutnya pelaku pelecehan seksual mendapat ruang publik.

Zoya Amirin seorang Seksolog menjadi salah satu pihak yang menentang keras kembalinya SJ ke industri pertelevisian usai bebas dari penjara.

“Saatnya cancel culture yang tepat sasaran! Cancel pelaku pedofilia di televisi nasional #CancelpedofiliadiTVNasional,” tulis Zoya Amirin dalam salah satu unggahannya (Riau24.com 02/09/2021).

Masyarakat juga mempertanyakan kinerja dari KPI atas munculnya mantan narapidana kasus kekerasan seksual terhadap remaja dan penyuapan panitera tersebut. Kritikan pedas juga datang dari seorang komika, Ernest Prakasa.

“Mantan narapidana pelecehan seksual di bawah umur disambut bagai pahlawan di televisi. Kemana KPI?” Katanya di Instagram miliknya (Investing.com, 05/09/2021).

Atas tampilnya artis pelaku pelecehan seksual di industri pertelevisian KPI dinilai lunak dalam memperlakukan pelaku kekerasan seksual. Berkebalikan dengan kampanye nasional anti kekerasan seksual. Dan ternyata usut punya usut, di dalam KPI sendiri pegawainya diduga ada yang melakukan pelecehan seksual. Dan hal ini baru diproses setelah desakan kuat muncul dari publik.

Ketua KPI Pusat Agung Suprio sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya di Jakarta, ia menyatakan bahwa seorang pria yang mengaku sebagai pegawai KPI Pusat mengaku sebagai korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh pegawai di Kantor KPI Pusat selama periode 2011-2020. Korban mengaku mengalami trauma dan stres akibat pelecehan seksual dan perundungan yang menjatuhkan martabat dan harga diri korban (Republika.co.id, 02/09/2021).

 

Pelecehan Seksual dalam Sekuler Kapitalis

Di negeri mayoritas muslim kini, Indonesia salah satunya, kekerasan seksual masih tetap menjadi wabah menjijikkan. Dalam sistem kapitalis-sekuler yang diterapkan, akal manusia dijadikan pedoman dalam bertindak. Sementara aturan agama dicampakkan.

Sungguh kasus pelecehan seksual akan terus terjadi selama kapitalisme masih menjadi prinsip kehidupan. Pengesahan RUU P-KS juga tidak akan mampu mencegah ataupun menghentikan pelecehan seksual. Jika cara pandang terhadap kehidupan tak diubah. Pengesahan RUU P-KS tidak akan menjadi solusi, meski berpihak pada korban sebagaimana kata para pengusungnya.

Dalam kapitalisme, jual beli hukum dianggap sah, karena semua dapat dikendalikan dengan uang. Kuasa yang ada saat ini yang berlandaskan akal dan syahwat, akan semakin menyuburkan tindak pelecehan ini. Karena itu, penghormatan antar manusia hanya menjadi wacana, padahal bahaya besar ada di depan mata. Bahaya yang mengancam kelangsungan peradaban manusia yang mulia. Dan hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme, memberantas pelecehan seksual dengan sikap tegas dan hukuman menjerakan adalah mustahil.

 

Pelecehan Seksual dalam Kacamata Hukum Islam

Islam memiliki solusi mendasar yang khas terhadap setiap persoalan yang dihadapi oleh manusia. Dalam Islam, persoalan manusia itu mampu diselesaikan ‘hanya’ dengan menerapkan hukum yang telah disyariatkan oleh Allah Sang Maha Pengatur. Termasuk dalam persoalan pelecehan seksual. Penyelesaian yang ditawarkan oleh Islam, sungguh simple, solutif, dan menentramkan karena sesuai fitrah manusia.

Hal yang paling mendasar, Islam menetapkan kedudukan manusia (laki-laki dan perempuan) itu sama, yaitu sebagai hamba Allah. Ketakwaanlah yang akan menjadi penentu siapa yang paling utama. Islam juga menjamin kemuliaan dengan menetapkan seperangkat aturan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini akan menjamin keselamatan dan kemuliaan untuk keduanya tidak hanya di tempat kerja, namun di manapun berada.

Islam juga melarang semua hal yang dapat memicu terjadinya tindak pelecehan, baik berupa tulisan maupun gambar dan tayangan pada semua media yang ada. Selain itu Islam juga menetapkan sanksi yang tegas untuk pelaku pelecehan.

Melihat persoalan pelecehan seksual ini, dalam pengaturan berbagai aspek kehidupan dibutuhkan penerapan aturan Islam. Keberadaan negara yang menerapkan Islam secara kaffah adalah kunci pemberantasan pelecehan seksual secara tuntas. Karena di dalamnya terwujud ketakwaan individu, masyarakat dan negara yang menjaga tegaknya aturan Allah SWT.

Wallahu a’lam.

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis