Ekspose Pelaku Kekerasan Seksual, Ancaman Nyata Bagi Generasi

Oleh: Rery Kurniawati Danu Iswanto (Praktisi Pendidikan)

 

Lensa Media News – Betapa media telah menjadi surga bagi pelaku kekerasan seksual. Meski baru saja keluar dari penjara, tapi seorang artis dengan inisial SJ disambut bak pahlawan yang berjaya mengharumkan nama bangsa (investing.com, 05/09/21). Bahkan dia sengaja diekspose sedemikian rupa dengan tampil memenuhi pemberitaan di televisi. Tidak lepas dari ingatan, kasus yang menjeratnya adalah pencabulan pada seorang remaja.

Tugas orang tua menjadi semakin berat dalam mendidik anak-anak pada saat ini. Bahkan dengan menjaga anak agar tetap berada di rumah pun, tidak mampu melindungi mereka dari paparan konten-konten asusila yang banyak beredar di televisi maupun media sosial. Bagaimana tidak? Di televisi, acara-acara yang sekadar hiburan semata nir pesan-pesan mendidik justru tayang pada prime time. Apalagi di era televisi digital sekarang ini, setiap acara dapat dilihat ulang tanpa terikat waktu. Bayangkan jika acara-acara tak mendidik tersebut, ditonton berulang kali oleh anak-anak kita!.

Di era tak terbatas ruang dan waktu ini, orang tua harus berupaya sendiri menjaga anak-anaknya. Alih-alih meminta pertolongan pada negara, bahkan KPI seakan tak bergigi mengendalikan siaran-siaran di media. Penyelenggara media televisi nampaknya hanya mempertimbangkan profit saja. Meski acara-acara itu nir pesan mendidik, jika mempunyai rating yang tinggi akan terus ditayangkan bahkan diproduksi terus menerus.

Masyarakat yang menjadi penonton pun tidak jauh berbeda. Rating yang tinggi pada acara-acara nir pesan tadi adalah gambaran minat masyarakat pada umumnya yang menyukai hal semacam itu. Tayangan di televisi dianggap sebagai hiburan semata untuk melepas penat atau kejenuhan sehari-hari. Masyarakat tidak peduli apakah acara yang ditontonnya mengandung pesan-pesan yang baik atau tidak. Menyaksikan berita para artis ibukota bagi mereka mungkin menjadi kesenangan tersendiri. Ya, kehidupan para artis yang glamor dan sempurna yang digambarkan lewat media membuat para penontonnya senang dengan gambaran kehidupan semacam itu. Cerita masa lalu tentang perilaku atau tindakan amoral yang dilakukan beberapa artis pun, tidak mengurangi kekaguman mereka pada artis-artis idola tersebut. Bahkan muncul dalih yang seolah bijaksana bahwa manusia tak luput dari kesalahan dan masa lalunya lebih baik dilupakan atau dimaafkan. Sungguh miris!.

Mengontrol tayangan-tayangan di media dan tidak memberikan tempat bagi para pelaku kekerasan seksual di hadapan publik, menjadi tantangan bagi sebagian masyarakat yang berpikir kritis dan mendalam. Hal ini bukan tentang upaya mengungkit masa lalu artis pelaku kekerasan seksual atau tidak memberi kesempatan setelah mereka bertaubat misalnya. Akan tetapi, memberikan ruang bagi mereka di media telah merusak nilai dan norma. Masyarakat yang tidak berpikir mendalam dan hanya mencari hiburan semata ketika menonton televisi mungkin akan berpendapat bahwa tidak masalah menjadi pelaku kekerasan seksual, toh masih bisa diterima dengan baik oleh masyarakat, masih bisa mendapatkan pekerjaan yang sangat layak, bahkan bisa lebih populer.

Masyarakat yang kritis dan mendalam tidak bisa berharap pada negara untuk menyuguhkan tayangan yang baik. Pasalnya, media-media yang ada di bawah korporasi swasta dan dikuasai oleh para cukong, mempunyai pengaruh bagi penguasa. Selama korporasi memberikan keuntungan materi tentu tidak akan mudah mengubah kebijakan penyiaran oleh negara dalam hal ini adalah KPI. Oleh karena itu, harus ada orang-orang kritis yang mengungkapkan kebenaran. Kebenaran ini tentu disandarkan pada bagaimana seharusnya syariat Islam mengatur akan hal tersebut. Dengan cara menyadarkan individu-individu dalam kelompok masyarakat, menyebarkan opini Islam melalui sosial media, dan gencar mengkritisi kebijakan-kebijakan atau hal-hal yang dapat merusak generasi.

Sudah menjadi tugas negara menutup tayangan yang berisi konten-konten kekerasan seksual di media televisi maupun media sosial. Negara harus mencegah media-media yang mengekspose para pelaku kekerasan karena ini adalah ancaman bagi generasi. Semoga segera terwujud negara yang mampu menerapkan hal tersebut. Negara yang mempunyai nyali besar untuk melawan jajahan korporasi media. “Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. al-Mu’minun: 57-61).

 

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis