Pusing, Sarjana Jadi Pengangguran?
Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Lensa Media News – Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan tingkat pengangguran muda Indonesia menjadi yang tertinggi se-Asia Tenggara. Menurut Faisal, tingginya pengangguran berusia muda itu menunjukkan masih banyak masalah dalam penciptaan tenaga kerja di Indonesia. Salah satunya, terkait ketidaksesuaian atau mismatch antara penciptaan lapangan kerja dengan kualifikasi lulusan baru yang terjadi sebelum pandemi Covid-19.
Hal tersebut juga tergambar dari data tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang menunjukkan bahwa persentase penganggur muda didominasi oleh mereka yang berpendidikan menengah ke atas (Sarjana). (cnnindonesia.com, (3/5/2021)
Masalah pengangguran memang sukses membuat pusing, apalagi jika yang jadi pengangguran itu orang terdidik alias sarjana. Yang pusing bukan hanya negara saja akan tetapi juga si individu tersebut. Sudah sekolah tinggi-tinggi dan mahal, ujung-ujungnya jadi beban keluarga lagi karena nganggur. Bagaimana bisa mandiri ataupun membantu mencukupi kebutuhan keluarga jika mencukupi diri sendiri saja tidak bisa.
Bicara tentang pengangguran memang harus dilihat dari banyak faktor tidak bisa menuding individunya malas atau terlalu pilih-pilih pekerjaan dan lain sebagainya. Ada banyak faktor penyebabnya, mulai dari permasalahan pendidikan sampai ke politik ekonomi.
Hari gini mencari kerja yang lebih gampang adalah ke sektor industri. Jadilah jurusan-jurusan yang tidak komersial di dunia kerja akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Tak jarang dari mereka akhirnya banting setir jadi tukang ojek online, kurir barang sambil menunggu panggilan kerja sesuai bidangnya.
Padahal negeri kita kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) jika dikelola dengan tepat bakalan butuh banyak orang untuk mengelola semua SDA tersebut. Namun, gara-gara permainan kotor para korporat yang menguasai SDA akhirnya yang banyak bekerja siapa? Yang jadi bos siapa? Pastinya bukan orang Indonesia akan tetapi orang asing. Alasannya karena Indonesia dianggap belum mampu mengelola sendiri. Apalagi jika sudah terikat sama janji kerjasama dengan negara lain, maka bukan saja orang asing yang menjadi bosnya akan tetapi buruh kasarnya juga dari asing.
Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah pengangguran itu tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan individu saja. Misalnya dengan diperbanyak pelatihan soft skill selama lingkungan kita masih mengandalkan model korporat yang bisa berkuasa, industri masih jadi senter penyedia lapangan pekerjaan seperti sistem kapitalisme saat ini, maka kaum milenial akan terus berada dalam persaingan mendapatkan pekerjaan. Disamping itu kapitalisme telah membuat negara hanya sebagai fasilitator buat industri dan korporat. Berbeda dengan sistem ketenagakerjaan dalam Islam.
Sistem Ketenagakerjaan Dalam Islam
Sistem pendidikan dalam Islam bukan berdasarkan sistem industri tapi berdasarkan potensi topografi sebuah wilayah. Jika wilayahnya daerah pesisir, maka kampus-kampus yang berdiri akan fokus mendalami permasalahan dan pengembangan wilayah pesisir. Begitu juga di daerah pegunungan, dataran ataupun perkotaan. Jadi lulusan-lulusannya akan langsung dapat menerapkan ilmunya plus mengembangkan daerahnya.
Konsep pendidikan tersebut juga didukung dengan mekanisme ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam penguasa wajib meningkatkan dan mendatangkan pengembangan di sektor riil baik di bidang pertanian, kelautan, tambang ataupun perdagangan. Jadi tidak akan ditemui pengangguran terdidik karena semua punya kesempatan bekerja.
Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam, SDA wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat karena SDA adalah harta kepemilikan umum. SDA haram hukumnya di kelolakan kepada Asing. Dengan begitu sumber daya manusia bisa terserap secara sempurna, lapangan pekerjaan terbuka luas dan akses kehidupan begitu terjangkau.
Jadi masalah pengangguran solusinya harus menyeluruh dan butuh peran berbagai pihak terutama negara yang punya visi mandiri bukan budak korporatokrasi, dan yang bisa mengatur itu semua hanyalah sistem Islam. Sebuah sistem yang lahir dari keyakinan bahwa satu-satunya pencipta dan pengatur kehidupan manusia adalah Allah SWT. Sehingga aturan Islam akan adil tidak berat sebelah serta membawa kebaikan jika diterapkan.
[ra/LM]