Perlunya Ketegasan dalam Mengatasi Pelecehan Seksual
Oleh: Titin Kartini
Lensamedianews.com-Viral sebuah curhatan seorang pegawai yang mendapatkan perlakuan perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan sesama pegawai tempat ia bekerja. Korban pun mengalami trauma dan stres berat akibat hal tersebut.Korban pernah melaporkan ke Komnas HAM dan kepolisian, namun polisi yang menerima laporannya meminta untuk menyelesaikan masalah itu di internal kantor (www.republika.co.id, 2/9/2021)
Tak lama dari berita tersebut, viral juga penyambutan seorang mantan narapidana pelecehan seksual. Dia diperlakukan bak pahlawan. Banyak kritikan pedas disampaikan oleh publik figur, misalnya Ernest Prakarsa dalam akun instagramnya, “Mantan narapidana pelecehan seksual di bawah umur disambut bagai pahlawan di televisi. Kemana KPI?” (id.investing.com, 5/9/2021).
Seksolog, Zoya Amirin memberikan pendapatnya, “Saatnya cancel culture yang tepat sasaran! Cancel pelaku pedofilia di Televisi Nasional. #CancelpedofiliadiTVNasional.” (www.riau24.com, 2/9/2021).
Masalah pelecehan seksual dan perundungan, tak pernah kunjung selesai hingga ke akarnya. Seperti gunung es, hanya mencair diatas sedangkan dibawah menancap semakin kuat. Hal ini disebabkan lemahnya hukum dan sanksi yang diberikan. Padahal korbannya banyak menimpa anak berusia 0-17 tahun. Negara seharusnya serius menangani hal ini sebab menyangkut nasib penerus bangsa. Jangan biarkan para korban, hidup dalam trauma berkepanjangan yang akan mempengaruhi perkembangan fisik dan jiwanya. Negara seharusnya lebih tegas, tak lunak atau memaklumi pelakunya.
Sayangnya hukum dan sanksi tegas tak akan lahir dari sistem yang rusak. Sekularisme tidak pernah melihat dari kacamata agama, terutama agama Islam yang merupakan agama mayoritas di negeri ini. Padahal Islam mempunyai sanksi yang tegas bagi pedofilia.
Pertama, jika yang dilakukan adalah perbuatan zina, maka hukumannya adalah rajam atau cambuk. Bagi yang sudah menikah (muhshan) akan dirajam, sedangkan bagi yang belum menikah (ghair muhshan) akan dicambuk seratus kali. Kedua, bagi para pelaku _liwath_ (homoseksual) maka dikenai dihukum mati. Ketiga, bagi pelaku pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, maka hukumannya adalah ta’zir. Ta’zir yaitu hukuman yang dapat ditentukan jenis dan kadarnya oleh hakim. Hukumannya bisa berupa dicambuk lima kali atau dipenjara selama lima tahun (Abdurahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hal 93).
Hukuman tegas dalam Islam mampu meminimalisir segala macam bentuk kejahatan. Negara pun hadir untuk memastikan keamanan dan kenyamanan rakyatnya, terlebih untuk calon generasi bangsa yang akan meneruskan kepemimpinan bangsa dan negara.
Alhasil, semua akan terlaksana, jika sistem kapitalisme sekularisme yang rusak ini segera diganti dengan sistem Islam, yaitu Khilafah yang akan menerapkan semua hukum berdasar pada Al-Qur’an dan As-Sunah demi kebaikan hidup di dunia dan akhirat kelak. Wallahu a’lam. [LM/lnr]