Solusi Islam Mengatasi Gurita Kemiskinan yang Kian Mencengkeram
Oleh: Bunda Kayyisa Al Mahira
Lensamedianews.com-Gurita Kemiskinan di negeri ini kian mencengkeram. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, 27,54 juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan hingga kuartal I 2021. Acuan yang menjadi tolok ukur penduduk miskin ialah masyarakat yang hidup dengan batas pendapatan Rp472.525 per kapita per bulan. (liputan6.com, 15/7/2021).
Kepala BPS, Margo Yuwono menyebutkan, persentase penduduk miskin lebih banyak di desa daripada di kota. Penduduk miskin di kota sebesar 7,89% dan di desa sebanyak 13,10%. BPS mencatat ada tujuh provinsi yang memiliki total penduduk miskin di atas satu juta orang pada Maret 2021. Hal itu berdasarkan persentase penduduk miskin dengan populasi di provinsi tersebut. Tujuh daerah yang memiliki total penduduk miskin di atas satu juta orang adalah Jawa Timur sebanyak 4,572 juta jiwa, Jawa Barat (4,195 juta), Jawa Tengah (4,119 juta), Sumatra Utara (1,343 juta), NTT (1,169 juta), Sumatra Selatan (1,113 juta), dan terakhir Lampung (1,083 juta) (liputan6.com 15/7/2021).
Jurang ketimpangan antara yang kaya dan miskin semakin melebar sejak pandemi corona. Data lembaga keuangan Credit Suisse, bertajuk Global Wealth Databook 2021, yang terbit pada pekan lalu menyebut jumlah orang kaya di Indonesia melonjak 61,69% pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Terdapat 171,740 orang Indonesia yang memiliki kekayaan bersih di atas US$ 1 juta (Rp14,5 miliar) pada 2020. Jumlah tersebut meningkat 61,7% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 106,2 ribu orang. Dibandingkan total 270 juta penduduk, jumlah orang kaya itu setara dengan 0,1% populasi (katadata.co.id 19/7/2021).
Orang kaya memiliki peluang yang sangat besar untuk meraih keuntungan di masa pandemi ini. Mereka memiliki pendapatan pasif atau passive income dan terus mengakumulasi kekayaannya. Diam di rumah pun uangnya tetap mengalir. Sementara orang miskin tidak punya aset yang menghasilkan. Penerimaan utamanya dari bekerja ke luar rumah. Maka dengan adanya pembatasan ke luar rumah kesempatan untuk mengais rezeki pun nyaris tak ada. Ditambah lagi dengan banyak PHK karena perusahaan gulung tikar terhempas badai pandemi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menemukan di masa pandemi ini kekayaan para pemangku kebijakan pun meroket tajam. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti hasil laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang diterima. Hasilnya, tercatat sebanyak 70 persen penyelenggara negara memiliki harta yang kian berlimpah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sebanyak 70,3 persen penyelenggara negara mengalami kenaikan harta kekayaan selama pandemi Covid-19. Adapun kenaikan harta kekayaan pada sejumlah kategori. Paling terbanyak pada di atas Rp1 miliar yaitu kategori menteri sebesar 58 persen; DPR /MPR 45 persen; gubernur/wakil 30 persen; DPRD Provinsi 23 persen; 18 persen bupati wali kota, dan terkecil DPRD Kota/kabupaten yang hanya 11 persen (Merdeka.com 9 September 2021).
Kemiskinan yang menggurita serta kesenjangan yang semakin tinggi antara yang kaya dan yang miskin menyebabkan rakyat semakin terpuruk dan menderita. Kemiskinan ini pun menyebabkan kelaparan dan penyakit sosial yaitu tingkat kejahatan yang semakin tinggi. Hal ini tentu akan meresahkan masyarakat. Inilah potret buruk dampak penerapan sistem kapitalistik yang menyengsarakan dan menzalimi masyarakat.
Satu-satunya solusi untuk mengakhiri segala penderitaan ini adalah dengan menerapkan aturan Islam dalam kancah kehidupan ini. Berharap pada kapitalis merupakan hal yang mustahil jauh panggang dari api, alih-alih menyelesaikan masalah malah semakin terjerumus ke dalam jurang kemiskinan yang semakin dalam.
Islam memandang bahwa penyebab utama terjadinya ketimpangan antara miskin dan kaya adalah distribusi kekayaan yang buruk. Pengatur distribusi kekayaan adalah negara. Dalam Islam pun negara akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, baik harta bergerak maupun tak bergerak. Negara juga juga akan membuat sistem yang memonitor pergerakan harta, orang yang memiliki harta, sehingga kesenjangan dan ketimpangan tidak akan terjadi.
Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan harta pun diatur dengan sangat baik. Ada harta milik individu, milik umum dan milik negara. Harta milik umum seperti sumber daya alam akan dikelola oleh negara dan hasilnya diperuntukkan demi kesejahteraan rakyat. Maka Islam mengharamkan SDA dikuasai asing.
Alhasil, kesejahteraan rakyat dalam Islam merupakan sebuah keniscayaan bukan ilusi atau fatamorgana melainkan nyata terwujud dalam kehidupan. Peradaban Islam mulia ini pernah diwujudkan dan seluruh rakyat hidup tenteram dan sejahtera dalam naungan Islam. Maka, seharusnya sistem buruk kapitalis yang menyengsarakan manusia segera dicampakkan, diganti dengan sistem Islam yang akan membawa kesejahteraan dan kejayaan umat di masa depan. Wallahu a’lam bishawab. [LM/Mi]