Mengapa Rakyat Terpaksa Menerima Vaksin Haram?
Dari sejumlah jenis vaksin yang masuk ke Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah melakukan Sertifikasi Halal pada 4 (empat) produk. Merujuk pada Tim Salam MUI, MUI menetapkan bahwa hanya ada satu vaksin yang berstatus halal yaitu Sinovac, sedangkan tiga vaksin lainnya, yakni AstraZeneca, Sinopharm, dan Pfizer berstatus haram. Namun MUI tetap memperbolehkan penggunaan vaksin haram tersebut dengan alasan mendesak dan darurat. Berita ini baru dipublikasikan ke publik saat semua vaksin telah disebarluaskan. Lantas mengapa masyarakat terpaksa diberikan vaksin haram?
Sebagai seorang muslim halal dan haram merupakan sesuatu yang mutlak. Apa yang di antara keduanya adalah syuhbat, lebih baik ditinggalkan karena lebih dekat dengan yang haram. Teruntuk hal makanan sebenarnya standar boleh mengonsumsi yang haram adalah dengan catatan darurat. Definisi darurat di sini juga harus jelas, yaitu antara hidup dan mati taruhannya.
Demikianlah jika suatu negara tidak menjadikan sistem Islam sebagai aturan hidup, maka wajar jika halal dan haram akan dicampuradukan, bahkan banyak yang dibalik status hukumnya, yang halal diharamkan, dan yang haram dihalalkan. Beban pencarian informasi halal dan haram pun jatuh ke individu masing-masing yang serba butuh effort untuk mencari tahu apa-apa sendiri. Hal ini dikarenakan peran negara sudah hilang, bukan melindungi rakyat, justru malah menzdolimi. Seperti itulah akibat jika sistem Islam dicampakkan dan digantikan dengan aturan perundang-undangan buatan manusia.
Sesempurna apakah manusia hingga mampu membuat aturan terbaik teruntuk diri mereka sendiri. Allah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 50: “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
Dealovu
Tulungagung, Jawa Timur
[LM/Faz]