Simalakama Pembelajaran Tatap Muka
Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Lensa Media News – Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara terbatas telah dimulai di beberapa daerah. Dilansir dari tempo.co (1/9/2021), kabupaten Bogor mulai menggelar sekolah tatap muka secara terbatas pada tanggal 1 September 2021. Bupati Bogor, Ade Yasin, mewajibkan semua guru untuk vaksinasi menjelang pembelajaran tatap muka secara menyeluruh.
Tak beda jauh dengan kabupaten Bogor, DKI Jakarta pun mengadakan pembelajaran tatap muka secara serentak per tanggal 30 Agustus 2021, di 610 sekolah. (sindonews.com, 30/08/2021)
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita, menyebutkan bahwa pelaksanaan sekolah tatap muka didasari pada regulasi keputusan bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (MendikbudRistek), Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid 19. Untuk mengawasi jalannya sekolah tatap muka, Wiku meminta satuan pendidikan membentuk satgas untuk tetap menjaga protokol kesehatan. (kompas.com, 27/8/2021)
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi, Nadiem Makarim mengimbau seluruh sekolah di semua level PPKM agar mempersiapkan untuk menggelar PTM (Pembelajaran Tatap Muka) terbatas. Tak hanya wilayah dengan PPKM level 1-3 saja. Alasannya agar persiapan menuju sekolah tatap muka dapat sesegera mungkin dilakukan. Untuk mengantisipasi jika daerah tersebut sewaktu-waktu masuk ke dalam PPKM level 3 atau 2. Nadiem juga menyebutkan, sebetulnya vaksinasi bukan merupakan syarat mutlak untuk mengadakan pembelajaran tatap muka. (merdeka.com, 26/8/2021)
Berbeda dengan daerah lain, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru menetapkan kebijakan lain. Pemerintah daerah DIY menegaskan masih belum akan membuka destinasi wisata maupun pembelajaran tatap muka. Karena angka terkonfirmasi positif Covid-19 harian di DIY masih fluktuatif. Sultan Hamengkubowono X, selaku Gubernur DIY, menyebutkan masih beresiko besar. Pihaknya tak mau tergesa-gesa dalam menetapkan keputusan. (repjogja.republika.co.id, 26/08/2021)
Pembelajaran tatap muka sebetulnya sangat dirindukan oleh para anak didik dan tentu saja para orang tua. Selama pandemi, pembelajaran melalui jaringan (sekolah online) memberikan hasil belajar yang tidak optimal dan menimbulkan ketegangan luar biasa untuk anak didik beserta orang tua. Tentu dengan dibukanya kembali sekolah tatap muka, membuka kembali asa masa depan yang siap dirajut para anak didik. Namun, berjuta rasa khawatir masih menyelimuti jiwa para orang tua. Mengingat pandemi Covid-19 belum juga usai.
Pemerintah terkesan terburu-buru dalam menetapkan kebijakan. Pejabat yang satu mengatakan bahwa vaksinasi adalah syarat mutlak bagi penyelanggaran sekolah tatap muka. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa vaksinasi bukan syarat mutlak. Inkonsistensi pemerintah dalam menetapkan keputusan melahirkan kebingungan dan kekhawatiran umat.
Di satu sisi pemerintah ingin menggenjot pemasukan negara dengan membuka keran devisa pariwisata dan mengawalinya dengan membuka sekolah tatap muka. Di sisi lain, penanganan pandemi dan pelaksanaan vaksinasi belum terlaksana optimal di seluruh wilayah negeri. Wajar saja, jika hal ini menimbulkan gelombang kekhawatiran umat, yaitu ditakutkan akan membuka klaster baru penyebaran virus.
Sejak awal pandemi datang, pemerintah tak sigap dan tak siap menghadapinya. Hingga kini, pandemi belum juga usai. Karena kebijakan penanganan pandemi tidak dilakukan secara serius dan optimal. Sistem yang kini dipijak, yaitu sistem kapitalisme, hanya berpihak pada pemegang modal yang juga bertindak sebagai pembuat kebijakan. Tentu saja, keputusan-keputusan yang diambil harus sesuai dengan kepentingan para pemilik modal. Bukan pada keselamatan nyawa umat.
Sangat berbeda saat syariat Islam berbicara. Islam sangat menjunjung tinggi nyawa kaum muslimin. Di sisi Allah SWT, nyawa kaum muslimin sangat berharga dibandingkan dunia beserta isinya.
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabishallallahu ‘alaihiwasallam bersabda, yang artinya: “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah di bandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Kebijakan yang diambil oleh pemimpin dalam sistem Islam, pasti maslahat untuk keselamatan nyawa umat. Bukan karena asas manfaat.
Sistem kapitalisme, sudah nyata terpampang kebusukannya. Tak heran, kekacauan terjadi di setiap lini. Akhirnya umat pun yang merasakan deritanya dari hari ke hari. Masihkah kita terus bertahan dalam sistem rusak ini? Tentu kita tak mau terus berkecimpung dalam benang kusut tak berkesudahan.
Saatnya kembali dalam sistem Islam yang shahih. Karena sistem Islam-lah satu-satunya solusi segala masalah kehidupan, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun bernegara.
Wallahua’lambisshowwab.
[LM]