Penambangan Pasir Berulang di Nambo, Akibat Sanksi Tak Tegas?

Oleh : Rayani umma Aqila

 

Lensa Media News – Pasir merupakan salah satu produk kegiatan dalam meningkatkan pendapatan asli Pemerintah daerah dan juga menyerap lapangan tenaga kerja. Selain mendatangkan manfaat penambangan pasir juga menimbulkan dampak lingkungan bagi daerah di lokasi penambangan. Seperti dilansir dari telisik.id (17/8/2021) Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari kembali menindak perusahaan tambang yang berlokasi di Kelurahan Nambo, Kecamatan Nambo, Kota Kendari, Senin (16/8/2021). Penindakan dilakukan karena pengolah pasir menggunakan mesin dan tak taat aturan.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari Nahwa Umar menerangkan, perlu izin agar tambang galian C ini tidak terjerat oleh hukum, serta pengelolaannya pun perlu dilakukan secara manual. Penambangan kembali menjadi persoalan yang masih harus diselesaikan. Belum ada sanksi untuk menindak tegas terkait perusahaan swasta yang melanggar aturan. Berbagai dampak lingkungan yang ditimbulkan bagi daerah di lokasi penambangan dan juga bagi daerah di bawahnya, dari hasil penelitian kajian dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir selanjutnya menunjukkan tingkat erosi di lokasi penambangan pasir sudah demikian parah dan menimbulkan dampak fisik lingkungan seperti tanah longsor, berkurangnya debit air permukaan (mata air), tingginya lalu lintas kendaraan membuat mudah rusaknya jalan, polusi udara, dan dampak sosial ekonomi serta adanya ketakutan sebagian masyarakat karena penambangan pasir yang berpotensi longsor menjadi hal yang serius.

Peran Pemerintah Daerah untuk menghindari dampak lingkungan sangatlah diperlukan dengan memanfaatkan teknologi konservasi lahan dan penegakan hukum melalui peraturan perundangan yang jelas, transparan dan akuntabel serta pelibatan peran aktif masyarakat sekitarnya tersebab pengrusakan lingkungan, apalagi penambangan tanpa izin yang selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak adanya pengawasan dari dinas instansi terkait. Melihat sejumlah perusahaan swasta yang menguasai pertambangan khususnya di wilayah Sultra menunjukkan sumber daya alam di negeri ini tidaklah sepenuhnya dikelola oleh pemerintah. Tetapi menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta.

Termasuk, dalam perolehan izin ini pun bukan hal berarti bagi para oligarki juga untuk menguasai sumber daya alam yang berlimpah. Korporasi akan menggunakan segala hal agar aturan bisa berubah sesuai kepentingan dari perusahaannya. Karena yang menjadi tujuan bukanlah kemaslahatan, melainkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha sekecil-kecilnya. Satu hal lagi bahwa dalam sistem kapitalisme yang dianut negeri ini, kepentingan ekonomi tidak akan pernah sejalan dengan kepentingan kelestarian lingkungan. Kapitalisme sebagai sistem yang dijalankan oleh negara tidak akan peduli dengan kerusakan lingkungan akibat pengelolaan SDA yang buruk dan serakah. Eksploitasi yang rakus akan terus berjalan dan rakyat menjadi korban.

Dalam Islam jelas akan memberikan sanksi tegas jika terjadi pelanggaran syara’ apalagi terkait hajat hidup masyarakatnya dilihat bagaimana Islam menyelesaikan persoalan tambang. Dalam pandangan Islam, hutan dan barang tambang adalah milik umum yang harus dikelola hanya oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada masyarakat umum dalam bentuk barang yang murah atau subsidi untuk kebutuhan pokok, misalnya pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum. Pendapatan dari sumber daya alam milik umum harus dikelola negara untuk diberikan hasilnya kepada rakyat, dan ini telah dikemukakan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani berdasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hambal. Dalam hadis tersebut, Abyad bin Hambal diriwayatkan telah meminta kepada Rasul saw untuk mengelola tambang garam. Rasul saw menyetujui permintaan itu, namun segera diingatkan seorang sahabat untuk tidak memberikannya.

Oleh karena itu, benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu. Berbeda dengan jenis yang pertama, yang memang boleh dimiliki oleh individu. Air misalnya, mungkin saja boleh dimiliki oleh individu, tetapi bila suatu kelompok membutuhkannya, individu tidak boleh memilikinya. Berbeda halnya dengan jalan, sebab jalan memang tidak mungkin dimiliki oleh individu. Sistem Khilafah dalam Islam telah mengatur jenis-jenis kepemilikan baik kepemilikan umum, individu, dan kepemilikan negara. Maka semua sumber daya alam wajib dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk masyarakat. Maka sudah sepatutnya umat Islam harus beralih pada aturan kaffah yang bisa mengatur seluruh urusan kehidupan termasuk dalam hal kepengurusan aspek lainnya yang dengan itu kehidupan manusia bisa sejahtera yaitu sistem Islam yang terbukti mampu memuliakan makhluk seluruhnya yaitu sistem Islam.

Wallahu’alam.

 

[el/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis