PKAD Insight #66 Komentar Dr. Ujang Komarudin, Mural untuk Kritik Sosial Tidak Masalah
“Bagaimanapun mural itu kritik sosial, karya seni yang ditujukan untuk mengkritik pemerintahannya sendiri dan itu dalam konteks untuk menjaga demokrasi yang sehat, kuat dan bermartabat, itu sebenarnya tidak ada masalah disitu”, kritik Dr. Ujang Komarudin, dalam Insight ke-66 Pusat Kajian Analisis Data (PKAD) : Mural Disoal Kriminal, Inikah Tanda Rezim Terjungkal?, pada Rabu (25/08/2021) di kanal Zoom Meeting serta disiarkan langsung pada channel YouTube PKAD.
Dr. Ujang Komarudin, M.Si merupakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) 2, sosok yang terkenal keras dalam mengkritik kebijakan. Menyempatkan untuk berbagi dan berdiskusi dalam forum PKAD bersama narasumber lainnya, yaitu Doni RW (Seniman KHAT Art) 3. Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA (Cendekiawan Muslim). Para narasumber memberikan berbagai ulasan mengenai berita viralnya seniman mural dianggap berlebihan, padahal sekadar untuk mengekspresikan kritikannya kepada penguasa melalui karya seni.
Dr. Ujang melihat para penegak hukum terlalu paranoid dan berlebihan dalam menilai mural yang berisikan kritikan atas pemerintah. Ia mempertanyakan kondisi Demokrasi di Indonesia seharusnya bermartabat, terlebih “mereka” sendiri yang meminta sendiri untuk dikritik. “katanya pemerintah ingin dikritik, presiden sendiri bilangnya ingin dikritik”, singgungnya.
Jangan sampai penegak hukum seenaknya menafsirkan terkait persoalan mural yang dibuat oleh masyarakat. Menurut Dr. Ujang, mural yang tengah viral ini merupakan bagian dari kritik sosial dan fakta sosial bahwa masyarakat sedang susah ditengah covid. “Nah ketika masyarakat sedang susah, lalu membuat mural tentang kritik sosial itu dilakukan dengan cara seni. Kenapa harus diburu? kenapa harus dicari? kenapa harus diperkarakan secara hukum?”, tanyanya.
Padahal ia menilai dalam berdemokrasi, kritik-kritik tersebut bagian dari proses untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Kalau negara atau pemerintahan juga penegak hukum tidak ada kritik dari publik, maka jalannya akan seenaknya. Sehingga kritik menjadi hal yang penting dalam berdemokrasi. Dimana kebebasan menyatakan pendapat di muka umum juga sudah dijamin dalam konstitusi. Masyarakat juga tidak mungkin membuat mural tanpa ada sebab atau kebetulan, pasti ada pesan atau kritik sosial yang ingin dilakukan.
Dr. Ujang berharap agar pemerintah tidak terlalu paranoid dengan segala bentuk kritik salah satunya melalui mural. Sebab jika sudah bersepakat untuk berdemokrasi, maka kritik itu sebuah keniscayaan. Ia juga sangat yakin bahwa masyarakat kecil tidak bermaksud untuk memfitnah pemerintah, mereka hanya bermaksud mengkritik sosial melalu karya seni mural. Ia juga berharap agar pelaku atau pembuat muralnya tidak diburu, serta menafsirkan seenaknya undang-undang yang berlaku. (Hanif Kristanto, Analisis Media PKAD)
[ry/LM]