Kritik Mural Dihapus, Doni RW: Ini Menunjukkan Peradaban Paradoks!

Mural “404 not found” itu kan artinya dia memang tidak merasakan kehadiran. Mural “Tuhan kami lapar”, ya memang dia merasakan lapar. Ini kritik sehari-hari yang sangat wajar. Tapi, respons penguasa justru menjadikan ini sebagai paradoks. Karena mereka mendengung-dengungkan peradaban kebebasan, faktanya tidak. Hal ini disampaikan Doni RW dalam diskusi virtual bersama Pusat Kajian Analisis Data (PKAD), Rabu, 25 Agustus 2021.

Doni RW hadir dalam insight #66 PKAD bersama dua narasumber lainnya, yaitu Dr. Ujang Komarudin, M.Si, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), dan Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA, seorang Cendekiawan Muslim. Diskusi yang disiarkan secara live melalui channel youtube PKAD dan zoom kali ini mengangkat tema “Mural Disoal Kriminal. Inikah Tanda Rezim Terjungkal?”

Mewakili komunitas seniman muslim KHAT, Doni RW menyampaikan, seni adalah bunga peradaban. Peradaban itu bermula dari ide. Dari ide muncul aturan-aturan teknis. Ranah teknis diimplementasikan dalam kehidupan nyata, kemudian menjadi peradaban. “Di dalam peradaban ada sistem kekuasaan, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Dan seni itulah bunganya”, jelasnya.

Peradaban liberal kapitalis berangkat dari ide tentang kebebasan. Berawal dari peradaban di Eropa yang merasa tertekan oleh kekuasaan gereja, akhirnya lahir konsep kebebasan dalam wujud trias politika. Kemudian di jalankan melalui revolusi Perancis hingga melahirkan negara demokrasi. Dalam ekonomi muncul dalam bentuk kapitalis, kebebasan ekonomi, pasar bebas dan sebagainya.

“Jadi demokrasi itu lahir dari ide tentang kebebasan. Kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan lain-lain. Nah, seni sebagai bunga dalam peradaban demokrasi diterjemahkan sebagai kebebasan berkarya seni. Bahkan lukisan yang melecehkan Nabi Muhammad itu mereka dalihnya juga bagian dari kebebasan berekspresi”, ungkapnya.

Doni menunjukkan faktanya paradoks, tidak sesuai dengan idenya. Katanya bebas, tapi faktanya berbeda. “Kenapa paradoks? Karena ini ideologi yang salah. Kita ini sedang membangun peradaban paradoks. Tidak cuma lukisannya, tidak cuma mural, tapi politiknya paradoks, ekonominya paradoks.

“Demokrasi mengusung slogan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, tapi apakah faktanya begitu? Dari sisi hukum, konon mewakili rakyat, tapi faktanya mewakili foundingnya. Karena ketika kampanye, menggunakan dana dari mereka”, ungkapnya.

Tetapi ada yang menarik, seni itu susah di bendung. Meskipun sudah dihapus apakah bisa menghapus dari memori rakyat? Justru semakin dihapus akan semakin ingat. Jadi yang dilakukan penguasa ini kontraproduktif. Kalau tidak dihapus, saya tidak akan tahu kalau di sana ada mural seperti itu. Ya inilah skenario Allah betapa kehidupan kita hari ini memang paradoks”, cetusnya.

Bagaimana dengan seni dalam peradaban Islam? Doni RW menjelaskan, peradaban Islam yang dibangun Rasulullah dan khulafaur rasyidin, Ummayah, Abbasiyah, Turki Ustmani, juga melahirkan banyak sekali karya seni. “Yang membedakan, akar seni dalam Islam adalah ibadah. Bagaimana membuat karya seni sesuai dengan syariat, dengan tujuan untuk syiar Islam dan sebagaimana”, tutupnya. (Hanif Kristianto, Analisis Politik dan Media).

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis