Ketika Negara Perhitungan

Oleh: Surya Ummu Fahri

(Kontributor Media)

 

Lensa Media News – Presiden Jokowi memerintahkan seluruh fasilitas kesehatan untuk menurunkan biaya tes PCR dalam kisaran Rp. 450.000 sd. Rp. 550.000 dan mempercepat hasil tes maksimal 24 jam dengan tujuan meningkatkan jumlah tes (www.detik.com, 15 Agustus 2021).

Tes PCR amat penting dilakukan untuk memisahkan individu yang sakit dari yang sehat. Jangan sampai harga PCR yang mahal membuat rakyat enggan melakukan tes padahal bisa jadi tubuh mereka sudah terinfeksi virus covid-19 sehingga penyebaran virus terus terjadi dan pandemi tidak teratasi.

Meski presiden memerintahkan untuk menurunkan biaya tes PCR, namun masih banyak rumah sakit yang menerapkan tarif lama. Selain itu hasil tesnya pun masih lebih dari 24 jam. Padahal di sisi lain, pemerintah mewajibkan tes PCR untuk setiap penerbangan atau perjalanan dinas yang dilengkapi dengan sertifikat vaksin dosis pertama.

 

Kewajiban Negara

Negara bertanggungjawab untuk menjamin kesehatan warganya sebab kesehatan merupakan hak dasar yang harus diperoleh setiap warga negara. Tanggung jawab ini tidak boleh dialihkan pada individu atau instansi tertentu sebagaimana Rasulullah SAW. mencontohkan tanggung jawabnya sebagai pemimpin negara dengan mengupah tabib menggunakan uang negara untuk mengobati warganya yang demam. Pada era kekhalifahan, rumah sakit tidak memungut biaya kepada pasien. Bahkan sebagai jaminan, pasien rawat inap akan mendapatkan santunan saat mereka keluar rumah sakit. Dengan demikian, fasilitas kesehatan bisa dinikmati oleh setiap warga negara tanpa kecuali.

 

Panjang Angan

Mengharapkan negara menggratiskan biaya kesehatan di masa ini boleh dibilang panjang angan. Bagaimana mungkin menggratiskan biaya kesehatan jika urusan kesehatan diserahkan pada BPJS? Padahal BPJS didanai oleh rakyat. Negara sejatinya sudah berlepas tangan dalam masalah kesehatan. Kebijakan lockdown atau karantina wilayah tidak pernah diambil lantaran pemerintah enggan memenuhi kebutuhan rakyatnya selama masa lockdown. Pemerintah pun terkesan lebih mementingkan pemulihan ekonomi ketimbang pemulihan kesehatan warganya. Maka tidak heran, jika pemerintah terkesan hitung-hitungan dengan rakyat. Jika sudah begini, masih layakkah sistem ini dipertahankan? Semoga rakyat semakin menyadari bahwa tidak mungkin mendapatkan jaminan kesehatan dalam sistem demokrasi. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah jaminan kesehatan itu bisa rakyat dapatkan.

Wallahu’alam bishawwab.

 

[lnr/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis