Triple Burden: Tren Peran Perempuan ala Feminis
Oleh: Yustika Devi
(The Great Muslimah Community)
Lensa Media News – Berbicara tentang perempuan, berbicara tentang diri kita. Ya, pasti selalu ada hal yang menarik untuk dibahas tentang diri kita, terutama peran perempuan sesungguhnya dalam Islam. Tapi sayangnya hari ini pemikiran para perempuan tersusupi oleh ide-ide peran ganda perempuan, tidak lagi disebut peran ganda (double burden) tapi sudah menjadi (triple burden).
Peran ganda perempuan merupakan perilaku tindakan sosial yang diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan harmoni dalam keluarga. Sederhananya, ia memiliki peran reproduksi dan komunitas (double burden). Namun saat ini, itu dianggap masih kurang, maka perlu adanya peran yang lain. Inilah yang disebut kerangka kerja (triple burden).
Triple burden adalah sebuah kerangka kerja analisis berbasis gender yang digunakan untuk melihat suatu keadaan perempuan. Konsep ini dibangun oleh Caroline O.N. Moser, ia adalah akademisi yang berspesialisasi dalam kebijakan sosial dan antropologi sosial perkotaan, dari University of Manchester, konsep ini didukung oleh kaum pelangi (feminis). Konsep ini menjelaskan bahwa terdapat tiga peran ganda bagi perempuan yaitu peran perempuan sebagai reproduksi, komunitas, dan produksi. Peran reproduksi berkaitan dengan peran menjadi ibu rumah tangga seperti mengasuh anak dan pekerjaan domestik. Peran komunitas berkaitan dengan peran perempuan di ruang sosial, seperti keterlibatan perempuan pada kegiatan-kegiatan sosial masyarakat dan secara tidak sadar hal ini melahirkan peran ganda terhadap perempuan. Peran produksi adalah peran yang harus dijalankan oleh perempuan pada tempat kerjanya. Perempuan-perempuan pada era ini telah memasuki era kebebasan berkarir (Mubadalah.id, 26/07/2021).
Ide ini telah meracuni pemikiran para perempuan untuk melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Ketika perempuan didorong untuk bekerja secara mandiri, hal ini justru membebani perempuan dengan sesuatu yang seharusnya bukan menjadi tugasnya sebagai perempuan.
Apakah kesetaraan gender dan kebebasan perempuan membawa kebahagiaan? Sama sekali tidak, peran ini tidaklah menghantarkan perempuan kepada kebaikan dan kemuliaan. Lihatlah, betapa banyak perempuan bekerja, terlebih mereka yang pergi ke luar negeri tanpa disertai mahram-nya. Banyak di antara mereka yang dianiaya dan tak sedikit yang akhirnya meregang nyawa, pulang hanya tinggal nama. Kesetaraan gender ini bukanlah cara untuk menghilangkan penindasan atas perempuan, serta bukanlah suatu cara untuk meraih kebahagiaan sesungguhnya bagi perempuan.
Istimewanya di dalam syariat Islam, peran perempuan sangat dimuliakan sesuai fitrahnya. Islam diturunkan oleh Allah Swt. yang Maha Adil dan Maha Mengetahui hakikat makhluk-Nya, serta lengkap dengan aturan yang mengatur kehidupan manusia secara paripurna. Bila kita benar-benar memahami Islam, maka kita semua akan terus berpegang teguh kepada aturan Allah Swt. Sungguh menariknya aturan Allah dalam hal memuliakan perempuan, lihatlah Allah mengatakan bahwa meraih surga bagi perempuan “lebih mudah” dari pada kaum laki-laki, dengan perannya sebagai ummun wa rabbatu al bayt, kemuliaan itu dapat diraih.
Berkaitan dengan peran perempuan di ruang publik, Islam juga telah menggariskan serangkaian hukum yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi kemuliaan perempuan. Hukum jilbab, safar, dan larangan ber-khalwat, hakikatnya adalah hukum-hukum untuk melindungi perempuan dari berbagai fitnah saat beraktivitas di luar rumah, menjauhkannya dari para pengganggu dalam ruang publik, serta menjaga kemuliaan wanita di manapun ia berada.
Dengan demikian, Islam tidak hanya mengatur peran perempuan. Melainkan juga memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya bagi perempuan untuk meraih rida dan surganya Allah Swt., melalui serangkaian hukum yang bersifat praktis. Keistimewaan yang sangat paripurna ini tidak mungkin tercapai kecuali dengan cara menerapkan aturan secara kaffah (menyeluruh) di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang bersumber dari Sang Pembuat Hukum yang menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]