Kapitalisme Gagal Hadapi Pandemi, Beralihlah kepada Sistem Ilahi
Oleh : Ratna Juwita
Lensa Media News – Aroma busuk kapitalisme semakin kuat tercium. Rakyat sudah jengah menghadapi pandemi yang tak kunjung selesai. Seperti yang sudah kita ketahui, dunia saat ini sedang dicengkeram oleh sistem kapitalisme. Darinya lahir sistem demokrasi yang menjadi landasan pemerintahan sebagian besar negara di dunia. Saat ini demokrasi mulai dipertanyakan eksistensinya, tersebab banyaknya bukti yang menunjukkan kegagalannya dalam mengatasi problematika kehidupan.
Seperti halnya yang terjadi di Tunisia. Presiden Tunisia, Kais Saied menerapkan keadaan darurat nasional atas pandemi virus corona dan pemerintahan yang buruk dengan memberhentikan perdana menteri, membekukan parlemen, dan merebut kendali eksekutif. Langkah itu disambut oleh demonstran jalanan dan dicap sebagai kudeta oleh lawan-lawan politiknya.
Pada sabtu, 31 Juli 2021 Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan mendesak presiden Tunisia untuk segera membawa negaranya kembali ke “jalur demokrasi” setelah mengambil alih kekuasaan pemerintah pada Ahad, 25 Juli lalu (Republika.co.id, 31/7/2021).
Begitupula yang terjadi di negeri ini. Indonesia dilaporkan sebagai negara yang paling buruk dalam menangani Covid-19. Hal itu terlihat dari laporan ketahanan terhadap Covid-19 yang dibuat oleh Bloomberg pada 27 Juli 2021. Dalam laporannya, Indonesia berada di peringkat 53 dari 53 negara yang dianalisis oleh Bloomberg. Artinya, Indonesia berada di posisi terbawah dengan skor 40,2 dan turun empat peringkat dari laporan sebelumnya.
Aturan demi aturan terus digulirkan demi menghentikan lonjakan pandemi ini. Namun nyatanya, pandemi belum juga usai, bahkan belum terlihat tanda-tanda akan berakhir. Rakyat semakin menderita di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit. Angka kematian terus bertambah.
Gelombang protes hampir terjadi dimana-mana sebagai aksi dari geramnya rakyat lantaran tidak efektifnya penanganan wabah. Sayangnya, protes rakyat karena kegagalan pemerintah menangani pandemi ini masih berporos pada sistem demokrasi. Paling jauh dengan mendorong sikap otoriter seperti presiden Tunisia.
Padahal sudah jelas biang dari pandemi ini semakin berlarut-larut dan semakin mengganas adalah akibat diterapkannya demokrasi kapitalisme. Karena paradigma kapitalisme bukan untuk mengurusi rakyat, tapi berhitung untung dan rugi.
Saatnya buka mata dan pikiran, ada sistem yang mampu menangani pandemi bahkan menuntaskan segala permasalahan manusia, yaitu sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Sistem Islam yang telah terbukti mampu meriayah rakyatnya dengan sangat baik selama 13 abad lamanya.
Pada masa Islam berjaya, wabah bukannya tak pernah terjadi. Namun, Rasulullah Saw telah membangun pondasi yang kokoh bagi terwujudnya upaya preventif promotif dan kuratif yang kurang lebih sama dengan pola penanganan wabah saat ini.
Adapun upaya preventifnya seperti mewujudkan pola emosi dan pola makan yang sehat, aktivitas yang sehat, serta menjaga kebersihan. Sementara untuk upaya kuratif yang dilakukan sebagaimana disarankan oleh Rasulullah Muhammad Saw yakni dengan berobat. Baik upaya preventif maupun kuratif rehabilitatif, wajib diselenggarakan oleh negara melalui pembiayaan yang bersumber dari Baitul Mal. Dengan biaya dari Baitul Mal ini, Khilafah mampu membangun berbagai rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotek bahkan membantu terlaksananya penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan obat-obatan seperti halnya vaksin.
Penyelenggaraan pendidikan juga akan dilakukan berlandaskan akidah Islam. Sehingga, menghasilkan output berupa tenaga medis profesional yang siap pakai untuk mengatasi kedaruratan masalah kesehatan masyarakat.
Sudah saatnya kita kubur dalam-dalam sistem buatan manusia yang nyata-nyata menyengsarakan. Beralihlah kepada sistem Illahi yang akan menyejahterakan dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam bish shawwab.
[ry/LM]