Pajak Menjerat, Rakyat Menjerit

Oleh: Ummu Najdah

 

Lensa Media News – Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah untuk rakyat nusantara kini. Mereka berjuang memenuhi kebutuhan pokok yang semakin sulit selama pandemi. Pendapatan menurun, kebutuhan semakin banyak. Selain sembako, kuota menjadi kebutuhan pokok sekarang. Pendidikan menyedot banyak kuota lantaran daring. Akhirnya, banyak rakyat yang tidak mampu mengakses pendidikan karena minimnya dana. Bahkan sebagian tak mampu membeli sembako

Alih-alih memberi solusi agar rakyat mampu memenuhi kebutuhan pokok, baik pangan dan pendidikan. Justru terdengar wacana bahwa kemenkeu akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari sembako dan pendidikan. Rencana kebijakan ini akan dituangkan dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi UU no. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). (CNNIndonesia.com, 12/6/2021)

Lagi-lagi rakyat menjadi korban kebijakan. Apalagi setiap kebijakan justru menyasar rakyat jelata, sementara para pejabat tidak dipungut pajak bahkan mendapatkan fasilitas yang mewah. Sebagian diketahui melakukan korupsi juga.

Dalam sistem kapitalis, pajak menjadi jalur pendapatan pokok negara. Menurut menkeu, pajak merupakan salah satu komponen dalam APBN dan menjadi tulang punggung nasional. Akibatnya, rakyat dibebani dengan berbagai macam pajak. Padahal, untuk mencukupi kebutuhan pokok saja masih terseok. Kini, makin tercekik dengan kebijakan pajak sembako dan pendidikan.

Seolah tidak ada cara selain pajak. Lantas, di mana posisi negara yang konon disebut negeri jamrud katulistiwa. sumber daya alam melimpah, dari darat maupun lautan. Jika ini dikelola dengan baik, bukan mustahil mencukupi seluruh kebutuhan rakyat.

Wajar, karena negara menerapkan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya mengenal kepemilikan individu dan negara. Tidak ada kepemilikan umum. Sehingga sumber daya alam justru dijual kepada asing dan aseng.

Berbeda dengan sistem Islam yang membagi kepemilikan menjadi tiga yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Kepemilikan umum adalah izin dari Allah kepada masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Pengelolaan dilakukan oleh negara agar dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat tanpa pungutan biaya. Seperti, air, padang rumput, jalanan, sungai, laut, sekolah, lapangan umum, barang tambang, dll.

Islam juga mengenal pajak. Namun berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalis pajak termasuk sumber pokok pendapatan, termasuk pendapatan tetap dalam APBN, dikenakan kepada seluruh rakyat, kaya atau tidak dan bersifat terus-menerus.

Adapun dalam Islam, pajak disebut dharibah. Menurut Syekh Abdul Qadim Zalum, pajak adalah harta yang diwajibkan Allah kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka saat tidak ada harta baitul mal untuk membiayainya. (Al Amwal Fi Daulati Al khilafah, hal.129).

Pajak merupakan pendapatan tidak tetap namun pendapatan insidental negara karena diambil secara tidak tetap, yaitu Ketika kas baitul mal kosong dan bergantung kebutuhan yang dibenarkan syara’ dalam mengambilnya. Ini menjadi fardlu kifayah bagi kaum muslim.

Meski demikian, tidak semua warga dikenakan pajak tersebut. Pajak hanya diambil dari kaum muslim yang mampu, setelah tercukupi kebutuhan pokok dan sekunder anak istri serta orang-orang yang menjadi tanggungannya. Jika ada kelebihan, baru diambil pajaknya. Dengan demikian, tidak memberatkan rakyat.

Sebagai bentuk pelayanan. Negara tidak akan memungut biaya apapun dalam pelayanan umum, seperti biaya pendidikan, kesehatan, keamanan, dan hajat hidup yang lain semisal PDAM, PLN. Semua akan diberikan yang terbaik. Biaya-biaya administrasi juga tidak ada, semacam pembuatan SIM, KK, dan berbagai kebutuhan surat-menyurat. Birokrasi pun dipermudah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

Barangsiapa melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, Allah akan melepaskan darinya kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa memudahkan urusan orang lain. Allah pasti memudahkannya di dunia dan akhirat.” (HR Muslim).

Wallahu A’lam Bisshawab

 

[iui/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis