Dua Tahun Covid-19, Saatnya Evaluasi Sistem Penanganan hingga Tuntas

Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)

 

Lensa Media News – Pasca Perayaan Hari Raya Idul Fitri 2021, kembali beberapa wilayah dikabarkan mengalami lonjakan pasien positif Covid-19. Hingga Presiden Joko Widodo mengingatkan empat provinsi di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta beberapa kabupaten atau kota termasuk Kota Bandung agar meningkatkan koordinasi dan 3T pada penangan Covid-19 (okezone.com, 13/6/2021).

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memastikan bahwa temuan virus varian baru Covid-19 dari India di Kabupaten Kudus merupakan yang pertama di Jateng. Dia mengimbau masyarakat waspada dengan penularannya. “Sekali lagi dicatat, varian baru virus Covid-19 sudah masuk di Kudus. Maka, masyarakat harus sadar betul akan penularannya yang lebih cepat dibanding virus varian sebelumnya,” kata Ganjar (CNNIndonesia.com, 13/6/2021).

Pun Madura, hanya hitungan 24 jam saja banyak pasien Covid-19 meninggal dunia, meski telah mendapat perawatan di rumah sakit. Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Agus Sugianto Zain menyebut bahwa rata-rata pasien Covid-19 yang dirawat di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan, tidak bisa bertahan dan meninggal dunia setelah mendapat perawatan.

Agus menyebutkan penyebabnya karena banyak masyarakat yang terlambat datang memeriksakan gejala Covid-19 yang dialaminya. Mereka datang setelah kondisinya parah. Ketua Departemen Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas) Irwandy, SKM, MScPH, MKes menyebutkan salah satu faktor penyebab tingginya kematian pasien Covid-19 di rumah sakit , yaitu faktor pre-hospital, terlambat mengambil keputusan untuk pergi ke rumah sakit.

Faktor lain yang memperparah adalah sulitnya akses menuju dan mendapatkan rumah sakit. Rumah sakit sendiri juga turut berkontribusi dengan lambatnya tanggap pelayanan ketika pasien datang, ketersediaan tempat tidur, kemampuan sumber daya manusia dan peralatan dalam melakukan live saving, pengobatan hingga ketersediaan standar prosedur operasional serta tim penanganan rumah sakit (kompas.com, 8/6/2021).

 

Dua Tahun Covid-19, Saatnya Evaluasi

Lonjakan kasus covid di berbagai daerah bukan saja karena perilaku masyarakat yang cenderung menolak prosedur kesehatan, bukan pula karena semakin banyaknya yang menyangsikan adanya virus Covid-19 sehingga mereka “sulit” diatur, namun lebih kepada menegaskan gagalnya kebijakan pemerintah dalam penanganan wabah. Akankah cukup dengan peningkatan 3T? Tentu tidak!

Kebijakan yang berganti-ganti, informasi yang tidak terbuka bahkan cenderung berbelit membuat rakyat tak lagi bisa percaya kepada penguasa. Lisan penguasa yang saling bertikai seolah mereka yang paling mengerti, namun enggan menerima masukan justru makin memperparah keadaan. Alih-alih saatnya pemerintah mengevaluasi setiap kebijakan penanganannya malah fokus kepada yang lain, yaitu ekonomi dan memberikan pelayanan terbaiknya demi terhenti rengekan para koorporasi atau investor yang mulai mengalami kelesuan.

Berbagai stimulus dan insentif diberikan kepada pelaku ekonomi sementara rakyat terabaikan. Padahal menjadi kewajiban negara untuk membuatkan kebijakan yang berfokus menghentikan wabah dan memberi jaminan pemenuhan rakyat, bukan mengedepankan kelangsungan bisnis kaum kapitalis. Akankah kesadaran ini muncul di tengah kekuasaan sistem kapitalis dan politik demokrasi? Sangat mustahil, sebab sejauh ini sudahlah jelas, konflik, krisis, inflasi bahkan keputusasaan manusia adalah akibat nyata penerapan sistem tersebut.

Harus ada upaya menuju perubahan yaitu dengan mewujudkan kesadaran kaum Muslim, hanya satu yaitu kembali kepada syari’at, satu pemikiran, satu perasaan dan satu peraturan yaitu Islam.

Wallahu a’ lam bish showab. 

 

[Faz/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis