Rakyat Kecil Tercekik Pajak

Rencana pemerintah menarik pajak dari sembako menuai polemik di masyarakat. Di dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tertuang penghapusan sembako dari objek yang dikecualikan terkena PPN. Pengenaan pajak ini diatur dalam Pasal 4A draf revisi UU nomor 6 (Pikiran-rakyat.com, 10/06/2021).

Di dalam draf tersebut, bukan hanya sembako saja yang akan terkena pajak. Sejumlah layanan jasa seperti jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa angkutan umum darat dan air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa pelayanan sosial, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa pengiriman, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan uang logam dan jasa pengiriman uang dengan wesel.

Wacana pemerintah ini tentu saja sangat tidak tepat untuk dilakukan. Mengingat kondisi perekonomian rakyat di tengah pandemi saat ini masih sangat sulit. Belum dikenai pajak saja, harga-harga kebutuhan pokok sudah naik. Apalagi dikenai PPN yang rencananya sebesar 12%. Tentu saja hal ini akan memberatkan rakyat kecil. Nasib rakyat kecil tercekik pajak.

Beginilah ciri khas negara yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme. Sumber pendapatan negara terbesar adalah dari sektor pajak. Berbeda di dalam sistem Islam, pajak bukanlah sumber pendapatan negara. Pajak menjadi pilihan, jika kas negara dalam keadaan kosong. Namun, itupun diambil dari orang-orang kaya. Haram negara memungut pajak sembako dari rakyat. Jika negara tetap memungutnya, negara berlaku zalim.

Ibnu Khaldun pernah berkata bahwa salah satu tanda negara akan hancur, manakala semakin besar dan beraneka ragamnya pajak yang dipungut oleh negara. Semoga para pembuat kebijakan masih memiliki hati nurani untuk tidak meloloskan wacana penarikan pajak sembako dan lain-lain ini. Masih ada jalan lain yang bisa ditempuh untuk menambah pemasukan negara. Tentu saja dengan syarat adanya kemauan dari penguasa untuk mengambil solusi Islam untuk mengatur semuanya. Termasuk sistem ekonominya.

 

Ratni Kartini, S.Si
(Kendari, Sulawesi Tenggara)

 

[faz/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis