Harga Kedelai Naik Lagi, Mengapa Bisa Terjadi?

Oleh Eros Rosnani
Muslimah Peduli Umat

 

Lensa Media News – Naiknya harga bahan baku tahu tempe yaitu kedelai sangat meresahkan masyarakat. Terutama para pengrajin, sebab tahu dan tempe sangat banyak disukai oleh kebanyakan masyarakat. Mulai dari ekonomi tinggi sampai rendah sebagai makanan yang harganya murah namun bergizi.

Dikutip dari Liputan6.com, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat (Disperindag Jabar) terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak mengantisipasi penghentian produksi tempe dan tahu oleh produsen akibat naiknya harga kedelai impor.

Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Eem Sujaemah mengatakan, sejak Januari 2021 lalu pihaknya bersama Satgas Pangan, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, serta Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menggelar operasi pasar sesuai arahan Kementerian Perdagangan dan Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian.

Namun, operasi pasar ternyata tidak menutupi kebutuhan yang terus meningkat, sementara pasokan kedelai impor semakin susut. Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan, importir sedang susah, Amerika sebagai importir sedang banyak permintaan.

Sebenarnya petani kedelai dalam negeri bukannya tidak mampu menggenjot produksi pertanian, namun produk mereka kalah murah dengan produk impor yang harganya sangat miring. Hal ini dikarenakan mahalnya sarana untuk produksi pangan seperti benih, pupuk dan lain sebagainya. Ini sangat berakibat pada tingginya biaya produksi dan akibatnya harga jual tidak bersaing. Sehingga produksi dalam negeri tak pernah mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya.

Kebijakan sektor pertanian yang tidak pro pada petani dalam negeri dan lebih memberi perhatian pada kedelai impor, membuat harga kedelai fluktuatif tergantung dari produsen. Dalam Islam, impor bukannya tidak diperbolehkan, akan tetapi pemerintah dituntut untuk menyediakan kebutuhan dasar masyarakat dengan harga yang terjangkau dan ketersediaannya sangat mudah.

Jika masih belum bisa memenuhi, barulah dipertimbangkan untuk melakukan impor. Dengan catatan, impor ini tidak membuat negara bergantung pada pasokan luar negeri, sebab akan berdampak pada terpuruknya penghasilan petani kedelai dalam negeri.

Dengan naiknya harga bahan baku tahu dan tempe yaitu kedelai impor sangat membebani pengrajin tahu dan tempe karena biaya produksi tentu akan meningkat. Seiring dengan itu tentu harga jual mereka juga harus meningkat pula.

Apabila harga jualnya meningkat, maka daya beli masyarakat tentu akan menurun, terutama pada kalangan masyarakat yang tergolong miskin. Mereka akan kesulitan untuk membelinya demi memenuhi gizi keluarganya. Dampak lainnya adalah bagi para pengrajin tahu dan tempe terancam gulung tikar.

Ketergantungan pemenuhan kedelai dalam negeri terhadap impor menunjukkan pemerintah masih jauh dari kemandirian pangan. Sebagai bentuk implementasi Indonesia melakukan penghapusan bea masuk impor, mengakibatkan Indonesia diserbu berbagai produk impor termasuk bahan pangan seperti kedelai.

Sejak itulah produksi kedelai lokal terus menurun. Sementara importir swasta leluasa mendatangkan kedelai dari luar negeri dan menguasai rantai pasokan bahan pangan mulai dari produksi hingga konsumsi. Inilah bentuk pengaturan kepitalisme yang berorientasi keuntungan bukan kemaslahatan rakyat.

Persoalan ini bisa diselesaikan saat negara mau mengadopsi sistem Islam, karena Islam memiliki konsep jelas dalam pengelolaan pangan dengan mewujudkan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan. Islam memandang pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara, maka negara selalu berupaya untuk merealisasikannya.

Seperti peningkatan produktivitas lahan dan produksi pertanian dengan cara memberikan modal kepada masyarakat yang tidak mampu sebagai hibah. Tujuannya supaya bisa membeli peralatan, benih dan obat-obatan yang mereka butuhkan untuk meningkatkan produksi. Mendukung petani dalam menyediakan benih berkualitas, teknologi canggih dan mempermudah penyediaan penunjang pertanian yang baik seperti pupuk dan pestisida.

Di samping itu, bisa menghidupkan tanah-tanah mati. Dalam Islam tanah mati yaitu yang tidak tampak adanya bekas tanah itu diproduktifkan, bisa digunakan oleh siapa saja baik dengan cara memagarinya, dengan maksud memproduktifkannya atau menanaminya. Bila terdapat tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama 3 tahun, maka hak kepemilikannya atas tanah itu akan hilang. Negara mengambil alih dan mendistribusikannya kepada rakyat yang mampu mengelolanya. Jadi tidak ada istilah lahan kosong dibiarkan.

Pemerintah harus memberikan sanksi tegas pada pihak-pihak yang melakukan penimbunan barang atau komoditas yang dibutuhkan umat, Rasulullah Saw. telah mengecam perilaku penimbunan dan memberikan sanksi pada pelakunya. Rasul juga selalu memastikan ketersediaan bahan pangan mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya. Sebab itu adalah tugas penguasa dalam mengatur kebutuhan rakyat. Wallahu a’lam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis