Work from Bali, Pemborosan Anggaran!

Oleh: Dewi Renny Nurandinie S.Si.

 

Lensa Media News – Baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mencanangkan program Work from Bali bagi Aparatur Sipil negara (ASN) di tujuh kementerian dibawah Kemenko Marves (CNBC Indonesia, 22/05/2021). Alasan program ini dicanangkan adalah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Bali, dan meningkatkan kepercayaan para wisatawan untuk berwisata di Bali.

 

Work From Bali, Pemborosan saat Pandemi!

Program Work from Bali, bisa jadi ajang pemborosan anggaran dibandingkan menyelamatkan perekonomian di Bali. Pasalnya anggaran negara kita masih disokong dengan pinjaman utang luar negeri. Jumlah utang luar negeri Indonesia per Maret 2021, sudah tembus Rp6.445,07 triliun (Warta Ekonomi, 5 Mei 2021).

Adanya perjalanan dinas 25 persen ASN berupa work from Bali, di tujuh kementerian dapat memperberat anggaran negara yang sudah timpang.
Alih alih menghemat anggaran di masa pandemi dan di alokasikan ke sektor vital, work from Bali bisa menjadi pemborosan anggaran. Selain pemborosan anggaran, work from Bali bisa menjadi incaran empuk koruptor, dan minimnya pengawasan ASN yang berdinas di Bali.

 

Ekonomi Islam, Solusi Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

Jika permasalahan pertumbuhan ekonomi yang melatarbelakangi work from Bali, sejatinya banyak cara untuk meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi Bali maupun skala nasional. Yaitu kembali kepada sistem ekonomi Islam yang menitikberatkan penguasaan kepemilikan umum untuk dikelola secara maksimal untuk kepentingan rakyat.

Kekayaan tersebut wajib dikelola negara dan tidak boleh dikuasai oleh swasta ataupun asing karena Rosulullah Saw. bersabda “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Tentu keberhasilan penerapan sistem ekonomi Islam tak lepas dari penerapan sistem Islam secara sempurna.

Sejatinya Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya alam. Jika SDA ini dikuasai dan kelola oleh negera demi kepentingan rakyat tentu Indonesia tidak harus bergantung pada utang luar negeri, dan tidak bergantung pada pajak. Kekayaan alam yang sangat banyak berupa tambang tambang minyak, gas dan logam, kekayaan alam berupa hutan hujan tropis, kekayaan laut, serta sumber daya potensial lainnya menunjukkan sebenarnya Indonesia kaya dan mampu mandiri dari hutang dan pajak. Dengan syarat harus dikelola sesuai dengan sistem ekonomi Islam.

Jika kita mengambil salah satu contoh yaitu tambang emas di Papua, yang di lansir dari bisnis.tempo.co (25/2/2021) tambang emas di Papua mampu menghasilkan 240 kilogram emas murni per hari. Bayangkan jika semua sumberdaya Indonesia dikelola negara demi kepentingan rakyat, maka kesejahteraan rakyat bukan mimpi semata.

Alih-alih mengelola sumber daya untuk kepentingan rakyat. Sumber daya itu dikuasai oleh pihak swasta dan asing. Akhirnya Indonesia tidak dapat memanfaatkan kekayaan alam sendiri lalu menjadikan pajak dan hutang luar negeri sebagai sumber pemasukan. Akibatnya rakyat banyak menanggung beban akibat pajak yang semakin tinggi, dan berbagai tarif lainnya meningkat. Belum efek pandemi yang menyebabkan rakyat kehilangan sumber penghasilan.

 

Keteladanan Pemimpin dalam Islam

Sejatinya pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang ia pimpin. Begitu banyak kisah kejuhudan pemimpin dalam sejarah Islam padahal mereka memimpin bangsa yang besar. Seperti kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mematikan lampu ketika sang anak berbicara mengenai urusan pribadi dengan sang Khalifah. Karena sang Khalifah tidak mau memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Ketika bekerja untuk negara maka ia menggunakan fasilitas tersebut hanya untuk melayani rakyat. Bukan memanfaatkan fasilitas tersebut untuk kepentingan pribadi apalagi memperkaya diri dan menghambur-hamburkannya untuk kesenangan pribadi. WalLahu a’lam bi ash-shawwab. [LM/Mi]

Please follow and like us:

Tentang Penulis