Islam Moderat Menghalangi Kebangkitan Umat

 

Arus penyebaran opini Islam moderat semakin masif. Opini Islam yang digambarkan sebagai agama yang santun, terbuka, damai, toleran, dan tidak radikal ini tidak hanya disebarkan dan ditanamkan ke tengah-tengah umat melalui lembaga pendidikan dan tokoh masyarakat, tapi sudah merambah ke berbagai lembaga pemerintahan dan ormas Islam.

Sepintas gagasan “Islam Moderat” merupakan gagasan yang seolah-olah positif dan elegan. Akan tetapi, setelah ditelusuri, kampanye “Islam moderat” tidak lepas dari peristiwa WTC 11 September 2001, di mana kelompok Muslim dituduh bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Akhirnya umat Islam menjadi tertuduh, dan diciptakanlah istilah “Islam Radikal” untuk menggiring kaum Muslim agar menerima istilah “Islam moderat”.

Kata “moderat” atau jalan tengah sendiri mulai dikenal luas pada masa abad pencerahan di Eropa. Konflik antara pihak pemuka gereja (yang menginginkan dominasi agama dalam kehidupan rakyat) dan kaum revolusioner yang berasal dari kelompok filosof (yang menginginkan penghapusan peran agama dalam kehidupan) menghasilkan sikap kompromi. Sikap ini kemudian dikenal dengan istilah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan publik.

Karakter muslim moderat yang dibentuk Barat adalah seseorang yang menerima budaya Barat, yakni mendukung demokrasi, mengakui HAM (termasuk kesetaraan gender dan kebebasan beragama), menghormati sumber hukum nonagama, dan/atau menentang terorisme dan kekerasan (sesuai tafsiran Barat). Sehingga, seseorang yang menyebut dirinya sebagai muslim moderat akan menolak pemberlakuan hukum Islam kaffah, toleran terhadap penyimpangan akidah, tidak mau menghakimi pelaku maksiat, serta menganggap Islam tak berbeda dengan aturan lain.

Umat Islam wajib menyadari, pemilahan Islam menjadi moderat, fundamentalis radikal dan sebagainya adalah demi kepentingan Barat, yakni untuk memunculkan satu kelompok Islam dan menekan kelompok Islam yang lain. Dengan begitu, Barat berambisi hanya ada satu Islam, yakni Islam yang mau menerima ideologi, nilai-nilai, dan peradaban Barat serta berbagai kepentingan mereka.

Pengotak-ngotakan seperti ini sebenarnya murni merupakan bagian dari strategi Barat untuk menghancurkan Islam. Strategi penghancuran ini dibangun dengan dasar falsafah “devide et impera” atau politik pecah belah. Dengan demikian, penjajahan atas kaum muslim dapat tetap langgeng. [Faz]

Ummu Karina, Bogor

Please follow and like us:

Tentang Penulis