Utang Negara, Kian Hari Kian Ngeri

Oleh :Yuke Octavianty, SP.

 

Lensa Media News – Keadaan negara semakin mencekam. Krisis di setiap bidang. Apalagi saat ini ditambah dengan adanya pandemi, fakta yang terjadi secara global hampir sama di keseluruhan negara berkembang seluruh dunia. Tahun 2021, utang luar negeri Indonesia semakin membengkak. Negara menjadi semakin otoriter. Prof. Didik Rachbini, ekonom Institute for Developmet of Economics and Finance (INDEF), mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo sebagai Raja Utang, karena tidak bisa mengendalikan keuangan negara (Pikiranrakyat.com, 15/01/2021).

Meskipun dibantu oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, utang terus menumpuk dan tak bisa diantisipasi. Prof. Didik Rachbini pun menyebutkan pemerintahan mulai ugal-ugalan dalam mengontrol keuangan sejak tahun 2019 (Pikiranrakyat.com, 15/01/2021).

Saat negara membutuhkan biaya untuk pemulihan ekonomi, pemeliharaan rakyat, dan infrastruktur, maka digalakkan-lah proses “utang luar negeri”. Padahal jika kita masih memiliki aset di dalam negeri dan dapat mengelolanya, tentu tak sepayah keadaan sekarang.

Kementerian Keuangan mencatat jumlah utang pemerintah mencapai Rp 6.445, 07 trilyun per Maret 2021 (Detik.com, 27/4/2021). Mengalami peningkatan signifikan dibandingkan Maret 2020 (Detik.finance.com, 27/04/2021). Angka yang sangat fantastis. Kenapa utang luar negeri tak bisa diantisipasi? Akan tetapi, terus menanjak naik dari tahun ke tahun.

Sumber daya alam melimpah yang seharusnya menjadi kekayaan umat, dijual bebas kepada pihak asing, aseng, dan swasta. Wajar saja, negara pun menjadi bangkrut. Tak bisa urus umat. Padahal sumber daya alam melimpah ruah. Sistem ekonomi liberal melegalkan penjualan aset negara dan membolehkan adanya aset negara menjadi aset pribadi. Inilah salah satu faktor penghancur perekonomian. Penjualan aset negara semacam ini, sama halnya dengan usaha bunuh diri dan menyerah pada para penjajah kapitalis. Belum lagi badai korupsi dalam negeri yang tak kunjung mereda.

Miris sekaligus geram. Tak heran, Indonesia menjadi wilayah yang dibidik oleh negara-negara adidaya. Saking bobroknya pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki, hingga sangat mudah dibodohi negara-negara kapitalis dunia.

Sistem fasad pasti melahirkan kebijakan cacat yang menyengsarakan umat. Sistem ekonomi liberal kapitalis adalah sistem fasad yang merusak. Harus segera dicampakkan. Tak paralel jika dibandingkan dengan sistem Islam. Satu-satunya sistem sahih yang wajib diterapkan di muka bumi.

Islam menerapkan pengelolaan sumber daya alam ditangani negara untuk sepenuhnya keperluan umat. Seperti yang disebutkan dalam hadits, “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput (lahan), dan api (energi)” (HR. Abu Dawud).

Artinya, seluruh aset kekayaan alam negara adalah sepenuhnya milik rakyat. Pemimpin hanya berhak mengelolanya dengan amanah dengan pondasi takwa pada Allah SWT. Haram hukumnya jika menjual aset rakyat, yang notabene kepemilikan umum dan menjadikannya sebagai kepemilikan pribadi. Sungguh zalim. Menyakiti umat. Akhirnya, umat pun tak terpelihara. Itulah keadaan kita hari ini.

Saatnya terapkan sistem Islam, yang adil. Adil untuk seluruh umat. Sistem Islam yang diterapkan dalam wadah Khilafah ‘ala manhaj An Nubuwwah. Dalam Kekhilafahan, syariat membagi beberapa pos pemasukan dan pengeluaran. Beberapa pos pemasukan, antara lain, pos fa’i dan kharaj (harta rampasan perang, pajak, jizyah), pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Semuanya dikelola dengan pengelolaan yang amanah dalam syariat yang tertata sempurna. Nasib rakyat pun dijamin sejahtera. Karena Allah rida atas syariat yang diterapkan. Rahmat Allah pun turun dari langit dan bumi.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[ah/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis